Divisi Story Genshiken

Apa yang pernah terbayang dari kalian tentang pop culture? Pasti terbayang tentang cosplay, board game, bahkan mungkin budaya yang dekat dengan kaum kutu buku.  Walaupun secara nama budaya ini “Populer”, nyatanya  budaya ini  justru termasuk “niche” bagi orang awam, dan bahkan beberapa kelompok orang menghubungkannya dengan budaya Jepang.

Lalu bagaimana jika budaya pop ini mengilhami berdirinya sebuah UKM? Sambutlah Genshiken ITB aka Pop Culture Enthusiast Club Genshiken ITB. Tujuan awal dibuatnya UKM ini ialah untuk mewadahi orang orang yang menggeluti budaya pop dan juga untuk membuat mereka bisa berkarya. Walaupun setelah rebranding UKM ini menghilangkan orientasinya pada karya dan murni menjadi “penikmat” Pop Culture saja.


Genshiken ORIGIN

Sebelum lebih jauh membahas tentang Divisi Story kita perlu juga tahu asal muasal Genshiken. Sebelum menjadi UKM yang diakui oleh ITB, Genshiken merupakan sebuah forum yang dibuat oleh kelompok mahasiswa yang menggemari budaya berkaitan dengan visual modern (gampangnya mah pop culture). Sumber lain juga mengatakan Genshiken dibuat oleh orang-orang UKJ yang menuntut revolusi namun gagal, tapi hal ini masih perlu sitasi lebih lanjut.

Dan terbentuklah Forum Kelompok Studi Budaya Visual Modern atau Genshiken pada 11 April 2005.

Didalam thread yang sama juga menyatakan, Genshiken bukanlah forum pertama yang dibuat oleh mahasiswa ITB untuk menyalurkan kegemarannya. Dan tidak genap 6 bulan forum ini sudah menjadi Club semi-resmi dan dapat berpartisipasi di OHU 2005. Selanjutnya kalian pasti sudah tahu forum yang sudah menjadi club ini disetujui sebagai UKM.

Forum ini diisi oleh diskusi-diskusi berbagai macam budaya visual modern seperti Anime, Manga, Tokukatsu, Light Novel, dan lainnya. Kalau dilihat sekilas ini merupakan hal-hal yang ada di budaya pop jepang.

Genshiken juga disebut-sebut sebagai “the biggest anime server” dalam forum tersebut. Suatu hal yang sekaligus menyangkal mosi-mosi “Genshiken bukanlah UKM wibu” yang sedang ramai belakangan ini.


Genshiken Story

Berbicara soal Story, bisa dibilang divisi ini “agak telat” muncul di bidang karya genshiken. Sekiranya sejak didirikan pada 2005 baru pada 2012-lah Story terbentuk. Seperti namanya, Divisi ini menaungi urusan karya massa genshiken yang menyinggung literatur, baik itu literatur murni seperti halnya Novel, Cerpen dan sebagainya ataupun yang bisa collab dengan bidang lainnya.

Artinya karya kalian bertema apapun, mau itu degen atau menceritakan kejadian sadis yang menimpa rektor pun dapat kalian submisi ke divisi ini. Namun penulis memberi warning saja, tulisan semacam itu tidak akan di-publish ataupun berakhir di tempat sampah ketua divisi story, tentunya setelah ia menikmatinya.

Selain mengakomodasi submisi karya secara random, Divisi story juga memiliki beberapa proker yang mirip atau sama setiap tahunnya. Yaitu Writchal dan SJW.

Writchal atau singkatan dari writing challenge atau tantangan menulis yang diadakan setiap kurang lebih 3 atau 2 bulan sekali, mengharuskan massa yang berniat ikut untuk menulis cerita sesuai dengan tema yang telah ditetapkan oleh ketua divisi story beserta “ajudannya”.

Panjang dari cerita yang massa submisi tidaklah terbatas. Buat 300-an kata? Gapapa. 20000 kata? Gapapa juga. Diantara edisi-edisi writchal terdahulu, pernah ada yang dicetak dalam format seperti antologi cerpen. Namun tren tersebut tidak dilanjutkan karena pandemi yang tak kunjung berakhir.

Selanjutnya SJW, tenang ini bukan kelompok orang yang seringkali mencak-mencak gak jelas di Twitter ya, melainkan, Story Jam Weekend, Kegiatan ini bisa dibilang baru dilakukan semenjak kepengurusan pertama pasca Covid. Tujuannya? Menjadi kegiatan mingguan rutin yang dapat dilakukan saat pandemi tentunya . Kegiatan yang biasanya dilakukan ketika libur dimana tiap massa genshiken yang ikut diberikan kesempatan menulis cerita bedasarkan tema yang tersedia, dan setiap menitnya tiap massa bergiliran melanjutkan tulisan massa lainnya.

Ada satu kata yang bisa menggambarkan SJW, Keos. Yap benar bayangkan saja plot yang sudah kita susun sedemikian rupa menjadi berantakan dikarenakan beberapa penulis, namun disanalah letak keseruannya. Cerita kita bisa “dirusak” dan bisa “merusak” cerita orang lain. Walaupun tidak jarang SJW berakhir wholesome dengan tambahan plot yang menarik.


AJIBEH Regime

Kepengurusan di sebuah organisasi kampus silih berganti setiap tahunnya, begitu pula di Divisi Story. Kepengurusan 2021/2022 diketuai oleh AJIBEH G19, ini bukan nama aslinya dan penulis pun tidak akan pernah tahu nama aslinya kalau dia tidak melakukan ritual pergantian display name LINE ketika ujian.

Di kepengurusan kali ini setidaknya beberapa hal dirombak dalam artian positif. Proker yang sudah menjadi tradisi (SJW dan Writchal) tetap dipertahankan, dan menambah beberapa proker yang baru salah satunya artikel, tulisan yang sedang kalian baca ini lah salah satu produknya.

Artikel tanpa publikasi mungkin ibarat Klee tapi bomnya terendam air hasil tumpahan pausnya Childe maka dari itu kini peran publikasi karya Story lebih ditonjolkan dengan mempublish karya-karya yang tentunya dapat dipublish ke web Divisi Story yang bernaung bersama Web Genshiken.

Dan kini Divisi Story juga membuka jasa penyuntingan tulisan yang masih berada di koridor literasi. Jadi jikalau kalian mempunyai laprak atau essai dan ternyata satu kesalahan tanda baca atau sintaks. Kalian bisa menggunakan jasa Divisi Story. Oh iya, biayanya gratis.

(Where to submit?)


Penutup

Divisi Story bukanlah divisi yang hanya mengurusi kebutuhan cerita saja, lebih dari itu semua hal yang berkaitan dengan literasi bisa dikerjakan disini.

2020 bukanlah tahun yang baik untuk kita semua dan Divisi Story. Pandemi Covid muncul, kegiatan kuliah secara penuh beralih ke daring, dan tentu saja kosongnya Writchal dan SJW dari tulisan massa G20.

Tulisan panjang ini penulis yakin mungkin sedikit membosankan tapi ingat, sejarah Story yang masih seumur jagung ini harus terus ditulis dan menjadi saksi lahirnya tulisan tulisan yang barangkali menjadi mahakarya di masa depan.

Akhir kata.

GLORY TO STORY.

Written by AyamLodeh – G’20