Empat Musim

Entry Writchal #2
Tema: High school romance


[Empat Musim]

# Musim hujan, 13 Oktober 2016.

Kelas sudah berakhir. Hari ini ditutup dengan pelajaran sejarah yang begitu membosankan. Aku bersiap memasukkan buku-buku milikku kembali ke laci meja. Bukan, bukan ke dalam tas. Aku tak serajin itu untuk membawa kembali buku-buku yang berat ini ke rumah. Toh, di laci meja biasanya aman-aman saja. Tasku juga sudah berat karena terisi oleh laptop.
Seperti biasa, aku mampir dahulu ke lab fisika, ruangan yang biasa kami gunakan untuk aktivitas ekskulku. Entah membahas lomba yang akan diikuti atau sekadar bermain DoTA bersama.

“Oit, sol. Dota yuk”, panggilku kepada Faishol, temanku di ekskul.
“Ayok. Gue beli mie dulu tapi ya di kantin. Laper cuy”
“Selow”

Faishol kemudian meninggalkanku untuk pergi ke kantin. Kini, di ruangan hanya ada aku dan Tiara. Seperti halnya dengan beberapa hari sebelumnya, Tiara masih sibuk mengetik laporan. Earphone terpasang di telinganya, melantunkan suara Axl Rose sembari Tiara terpaku menggubah kata-kata pada piranti lunak Microsoft Word. Aku pun turut membuka laptopku. Kucolokkan catu daya laptopku di stop kontak lab, dekat dengan meja Tiara.

“Eh, Ardian”
Tiara memanggilku.
“Kenapa ra?”
“Lu bisa bantuin gue ga? Ini buat laporan kegiatan yang lomba kemarin, foto-fotonya ada di lu kan?”
“Iya, ini di laptop. Mau gue kirimin?”
“Boleh-boleh. Nih flashdisk gue. Foto yang booth nampilin alatnya ada juga kan?”
“Ada kok, kemarin malam udah gue sortir”
“Wis mantap, kopiin semua ya”
“Oke”

Saat aku sedang menyalin file yang diminta Tiara, Faishol kembali. Di tangan kanannya, sepiring mie tek-tek. Di tangan kirinya, segelas es teh manis. Entah bagaimana ia membawanya dari kantin tanpa tumpah.

“Ian, jadi ngedota?”
“Jadi lah. Lu makan dulu aja sana, gue lagi ngopiin foto-foto lomba kemaren”
“Oh iya, itu lomba yang ikut siapa aja deh?”
“Gue, Tiara, sama Kak Dito. Yah, sama ibunya Tiara juga sih yang bawa mobilnya”
“Oalah… Mantap lah, juara 3 walaupun cuma persiapan lima hari”
“Yoi. Kak Dito hard carry sih, hahaha”

Kak Dito adalah pelatih kami. Ia alumni ekskul kami yang saat ini berkuliah di universitas yang tak jauh dari sini. Tak jarang ia mengizinkan kami untuk ikut dengannya untuk membuat alat di workshopnya. Alat yang kami gunakan untuk lomba itu juga dibuat di workshopnya. Untungnya Ibu Tiara cukup pengertian, walaupun saat itu kami setiap hari pulang di atas jam sebelas malam untuk mengejar deadline. Bertiga di workshop ditemani alunan musik dari Prambors (dan terkadang juga dari koleksi kaset yang ditinggal di workshop) serta segelas kopi yang sangat pekat.

“Tiara, nih flashdisknya”
“Sip, makasih ya. Eh, lu habis ini mau ngapain?”
“Ngedota sama Faishol, kenapa?”
“Bukan, maksudnya habis ngedota”
“Oh… Gabut sih”
“Temenin gw beresin laporan dong. Malam ini mesti beres nih”
“Boleh, boleh. Mau di mana?”
“Kalau di lab, jam lima biasanya sudah diusir sih. Lu bawa motor kan? McD yuk.”
“Bawa sih, tapi helmnya cuma satu”
“Alah, deket ini. Selow lah”
“Yaudah, yuk”

Aku dan Faishol kemudian asik bermain DoTA bersama. Seperti biasa, lepas jam lima sore pintu lab digedor oleh satpam.

*TOK TOK TOK*
“Hei, pulang! Sudah sore! Pulang!”
“Siap pak, sebentar!”, saut Faishol yang segera mematikan laptopnya.

Aku dan Tiara bergegas pergi ke parkiran sementara Faishol berpisah untuk berjalan ke halte. Tak lama, kami akhirnya sampai di McD. Tidak jauh, hanya sekitar lima menit berkendara melalui jalan lurus. Apalagi jalanannya juga biasanya tidak terlalu ramai. Aku pergi memesan makan sembari Tiara duduk, menjaga meja.

“Eh ra, udah laper? Mau pesan apa?”
“Belum sih. Apple pie sama kopi hitam panas aja”
“Gue beliin nugget sekalian untuk makan bareng ya?”
“Okei, makasih Adrian!”

Sekembalinya dari kasir, Tiara sudah siap dengan laptopnya. Kebetulan tempat yang kami dapatkan dekat dengan stop kontak. Aku ikut mengeluarkan laptopku. Tiara memberiku salinan laporannya dan memintaku menyelesaikan bagian pertanggungjawaban dana. Cerdas ia, memberikan bagian yang paling membuat kepala pusing padaku. Alasannya, karena aku yang memegang bon pembelian bahan pembuatan. Yah, tidak terlalu masalah juga sih bagiku. Karena dari sebelum lomba selesai aku sudah membuat rangkuman pengeluarannya. Justru, pekerjaan administratif begini biasanya menjadi bagianku. Ketika perakitan, Tiara asik dengan las dan solder, sementara aku yang membeli bahan dan merekapnya. Kebetulan, di dekat kampus Kak Dito banyak toko yang menjual bahan-bahan yang diperlukan. Tinggal bagaimana aku kucing-kucingan dengan polisi yang biasa merazia di jalan utama saja. Akibatnya, aku jadi hafal berbagai jalan alternatif. Aku hafal di mana saja polisi biasa merazia dan menyusun strategi agar aku tidak melewati kawasan tersebut.

Jam setengah dua belas malam. Akhirnya laporan berhasil kami selesaikan. Tinggal besok pagi diprint untuk diserahkan ke tata usaha sekolah. Kami bergegas pergi, tetapi rupanya hujan turun. Kami tidak sadar karena terlalu asik dengan laptop kami. Hujan tidak terlalu deras, tetapi cukup untuk membuat jalanan licin.

“Adrian, kamu ada jas hujan kah?”
“Ada, tapi cuma satu. Angkot ke arah rumahmu jam segini sudah tidak ada ya? Pakai bareng-bareng aja lah ini hahaha”
“Iya, udah ga ada jam segini mah. Gapapa deh, daripada kehujanan”

Tiara duduk di belakangku sembari kami menerobos jalanan yang gelap dan licin. Ranselku kupanggul di depan, agar Tiara bisa masuk ke dalam jas hujanku yang agak kebesaran. Sepanjang jalan, kami menceritakan tentang betapa hecticnya persiapan lomba kemarin. Tiara juga meledekku karena sempat lupa membawa jaket sekolah, sehingga meminjam jaket milik Kak Dito yang untungnya dibawa. Aku membalas dengan tawa saja. Memang saat itu aku benar-benar ceroboh.

# Musim hujan, 27 November 2016.

Penilaian akhir semester sudah dekat. Seperti biasa, anak-anak ekskulku berkumpul untuk belajar bersama. Sembari kedok untuk nongkrong juga sih. Salah satu temanku, Irfan, sudah terbiasa meminjamkan rumahnya untuk tempat kami berkumpul. Bisa dibilang, ekskul kami mempunyai empat markas. Pertama, tentunya ruang lab di sekolah. Kedua, workshop Kak Dito. Ketiga, rumah Irfan. Keempat, McD dekat sekolah yang biasa kami gunakan untuk pelarian ketika kami sudah diusir oleh satpam sekolah. Walaupun dibilang belajar bersama, tetapi Faishol dan Agas malah asik bermain PS di ruang tamu Irfan. Lidya dan Kevin, anggota ekskul kami juga, turut asik menonton. Kevin bahkan sepertinya gatal sekali melihat permainan Agas dan terus meledeknya. Sisa kami bertiga; Irfan, aku, dan Tiara yang masih serius untuk berlatih soal di kamar Irfan.

“Bu Nia suka ngasih soal aneh-aneh dah kalau ujian”, ucapku.
“Iya, emang. Makannya, kita pakai buku ini aja”, Irfan menimpali sambil menunjukkan sebuah buku di tangannya. Buku itu, tak lain dan tak bukan, adalah kitab suci Fisika Dasar Halliday-Resnick.

Sudah menjadi rahasia umum kalau Bu Nia, guru fisika kami, suka mencomot soal dari buku Halliday dan memodifikasinya menjadi pilihan ganda untuk menjadi soal ujian. Bahkan, pernah pula ia mengambil soal olimpiade untuk menjadi PR. Bagi yang suka dengan fisika, hal tersebut menjadi tantangan yang menarik. Namun, bagi yang tidak, hal ini menjadi sumber frustrasi. Dalam hal fisika, Irfan benar-benar monster. Baginya, soal-soal titik tiga di Halliday (yakni, penanda soal-soal sulit) bagaikan kudapan yang siap untuk ia habiskan. Sementara aku, melihat soal titik dua saja sudah pusing setengah mati.

“Fan, soal yang ini gimana deh gambar diagram bebasnya?”
“Oh ini, ini kan tinggal uraikan torsi yang di sini, lalu lakukan hal yang sama juga untuk silinder yang di atas, dapet deh…”
“Oh iya ya, makasih ya”

“Fan, ajarin gue juga dong yang ini!”
“Selow… tidak usah panik, tidak usah khawatir. Tunggu bentar ya, gue belum pernah kerjain yang ini”

Tiara pun sama denganku. Melihat soal-soal di Halliday ibarat melihat teka-teki dari alien. Walaupun ia tertarik dengan rekayasa, ia lebih suka bekerja turun tangan di workshop dibanding melakukan hitung-hitungan teoretis.

“Gimana kamu, ra. Masa tahu ngelas tapi nggak tahu cara ngitungnya biar bendanya stabil”, ledekku.
“Hei, ngaca kamu ya. Lagian, kan enak kalau sudah ada yang ngerjain hitungannya. Sisanya biar aku yang kerjain hahaha”
“Taruhan yuk, siapa yang nilai fisikanya nanti lebih tinggi harus traktir”
“Siapa takut? Lanjut belajar gih, jangan ngiler dulu mau ditraktir apa”
“Hehehe, tahu aja kamu kalau aku yang bakal menang”
“Lihat aja nanti, jangan menghayal dulu sekarang.”

Tiara menjulurkan lidahnya, meledekku. Itulah kesalahan terakhirnya. Aku suka dengan tantangan dan aku tidak akan kalah. Aku kemudian melanjutkan melumat soal-soal di Halliday.

# Musim hujan, 7 Desember 2016.

Aku suka dengan tantangan. Aku suka dengan tantangan dan aku tidak akan kalah.
Atau setidaknya, begitulah yang kupikirkan.

Aku dan Tiara segera berlari ke arah mading ketika kami melihat Bu Nia menempelkan pengumuman nilai ujian.

XII IPA 2. Nomor absen 3. Adrian Kuwanto. 85.

“Hm, tidak buruk. Setidaknya sedikit peningkatan dari penilaian tengah semester”

Penasaran, kucari nilai Irfan.

XII IPA 2. Nomor absen 11. Irfan Hasanuddin. 92,5.

“Yah, wajar lah. Irfan memang jago kalau fisika”

Selanjutnya, aku beralih ke halaman kelas Tiara.

XII IPA 3. Nomor absen 25. Tiara Putri Alfianti. 95. Nilai tertinggi di seluruh angkatan kelas XII IPA.

Tiara berteriak ke arahku.

“YAAAAYYYYYY ASIK DITRAKTIR ADRIAN!!!”
“Gila, kok bisa segitu nilaimu. Habis minum jamu apa kamu?”
“Hehe, bisa dong. Jago gue mah. Ini yang terjadi ketika gue pakai 100% otak gue”
“Irfan kalah, lho. Jago emang”
“Demi ditraktir, tentu gue bakal menang!”
“Iya deh, iya. Mau apa?”
“Sushi!”
“Hah, di mana?”
“Itu di dekat stasiun kemarin gue nemu resto sushi yang katanya enak. Ke situ yuk!”
“Mau hari apa? Gue minggu ini sibuk sih, sabtu depan mau?”
“Boleh… nanti kita kontakan lagi via LINE ya”
“Okei!”

# Musim hujan, 16 Desember 2016.

Potongan transkrip pembicaraan LINE
[Adrian, 17:22] Ra, besok jadi?
[Tiara, 17:25] Jadi kok… Nih, gue send location ya
[Tiara, 17:26] (Shared location)
[Tiara, 17:26] Nanti kita ketemuan aja di stasiun jam 10, oke?
[Adrian, 17:33] Ok!
[Adrian, 17:33] (Stiker)
[Tiara, 17:41] Eh iya, di dekat sana ada toko buku juga
[Tiara, 17:41] habis makan gue mau lihat-lihat beberapa buku di sana
[Tiara, 17:41] temenin gue dong
[Adrian, 17:42] Buku apaan? Gue gabut sih seharian
[Tiara, 17:42] Bukunya Nietzsche, yang Zarathustra
[Adrian, 17:44] Buset, berat amat bacaan lu. Gue baca Birth of Tragedy aja puyeng
[Adrian, 17:44] (Stiker)
[Tiara, 17:46] Lah justru gara-gara gue pinjem buku lu yang itu jadi tertarik wkwkwk
[Tiara, 17:46] Pokoknya lu besok temenin gue ya abis itu
[Adrian, 17:47] Selow lah. Gue juga kayaknya mau lihat2
[Tiara, 17:51] Oke, makasih adrian!!!
[Adrian, 18:42] (Photo)
[Adrian, 18:42] Kehujanan, baru balik dari workshopnya kak dito. Untung ada ocha panas di rumah
[Tiara, 18:49] (Sticker)
[Tiara, 18:49] Ihh mau!!
[Tiara, 18:49] Lu abis ngapain di workshop tadi?
[Adrian, 18:52] Besok juga ada kan di sana
[Adrian, 18:52] Sabar lah wkwkwk
[Adrian, 18:52] Tadi kebetulan ketemu kak dito di McD, lanjut diajak ngobrol2 aja di workshop
[Tiara, 18:55] Iya makannyaaaaaa
[Tiara, 18:55] Besok jam 10 jangan telat lu ya
[Tiara, 18:55] (Sticker)
[Adrian, 19:16] (Sticker)
[Adrian, 19:16] Siap ibu negara!
[Adrian, 19:16] Sori baru bales, mandi dulu tadi
[Tiara, 19:20] (Sticker)

# Musim hujan, 17 Desember 2016

Aku menunggu di peron stasiun. Masih lima belas menit menuju pukul sepuluh. Seperti biasa, aku datang lebih cepat dari jam yang dijanjikan. Aku tahu betul bahwa Tiara tidak suka menunggu orang yang telat, makannya aku memilih datang lebih awal.

“Heiii, sudah sampai lu ternyata”

Dari belakang, kulihat Tiara menyapa. Sejak kapan?

“Eh, sudah lama lu?”
“Nggak sih, baru sampai juga”
“Jangan-jangan tadi kita satu kereta, haha”
“Hahaha, bisa jadi sih”
“Yaudah yuk, langsung jalan”
“Yuk!”

Resto yang kami tuju memang tidak jauh dari stasiun. Hanya berjalan sekitar sepuluh menit dan kami pun tiba. Walau udara dan polusi kota ini cukup membuat mukaku berkeringat, sih. Kebetulannya, aku dan Tiara menggunakan pakaian yang matching. Aku dengan kemeja flanel pola biru-putih dipadukan dengan celana jeans dan Tiara dengan kaos biru dipadu dengan cardigan putih dan ripped jeans.

“Eh iya, pakaian kita matching lho, ra”
“Loh iya ya hahaha, padahal ga janjian”
“Ini ikat pinggang yang kupakai juga hadiah dari lu waktu itu”
“Wah, terawat dengan baik. Bagus, bagus”

Tentu saja Tiara memilih resto ini karena AYCE. Kami beradu siapa yang paling kuat menghabiskan sushinya. Aku suka dengan tantangan. Aku suka dengan tantangan dan tidak akan kalah.

“Ra, masih kuat? Gue mau nambah lagi nih”
“Udah berapa piring sih ini lu tadi ngambilnya?”
“Gue udah abis 19, lu baru 17 nih. Masih kuat?”
“Buset. Enek gue cuy. Lu kalau mau nambah ambil aja lagi”
“Kebanyakan ocha sih lu ya”
“Ya maaf”

Akhirnya, aku menang. Dua puluh lawan tujuh belas. Seperti kubilang, aku tidak akan kalah.

“Yay, sekarang gue yang menang!”
“Ya kita ke sini juga gara-gara kemarin lu kalah sih”
“Yang penting sekarang gue menang, hahaha”
“Iya deh iya…”
“Lanjut mau ke toko buku?”
“Yuk”

Setelah seharian kami puas berkeliling toko buku, kami berjalan kembali ke stasiun. Tiara turun terlebih dahulu sementara aku masih melanjutkan perjalanan beberapa stasiun lagi. Lelah, tetapi menyenangkan.

[Tiara, 19:21] Akhirnya sampai rumah. Lu udah sampai?
[Adrian, 19:47] Sudah. Agak lama, tadi mampir warung dulu beli kopi
[Adrian, 19:47] sempat gerimis sedikit, tapi terobos aja lah wkwk
[Tiara, 19:50] Syukurlah…
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] (Photo)
[Tiara, 19:52] Ini foto kita berdua tadi wkwk
[Adrian, 19:56] (Photo)
[Adrian, 19:56] (Photo)
[Adrian, 19:56] (Photo)
[Adrian, 19:56] dan ini foto lu tepar kekenyangan
[Adrian, 19:56] (Sticker)
[Tiara, 20:00] Ihh malah itu yang diambil
[Tiara, 20:00] Posenya lagi nggak estetik
[Adrian, 20:03] Gapapa, yang penting foto yang berdua posenya estetik
[Adrian, 20:03] (Sticker)
[Tiara, 20:07] (Sticker)
[Tiara, 20:07] Makasih ya udah nemenin hari ini!!!
[Tiara, 20:07] (Sticker)
[Tiara, 20:07] (Sticker)
[Adrian, 20:08] Kapan-kapan lagi lah wkwk
[Adrian, 20:08] (Sticker)
[Tiara, 20:13] Traktir lagi? Boleh bangettt!!
[Adrian, 20:14] Jalan lagi, maksudnya
[Adrian, 20:14] Yah sesekali gapapa lah gue bayarin
[Adrian, 20:14] (Sticker)
[Tiara, 20:18] Hahaha, seloww

# Musim hujan, 31 Desember 2016 – 1 Januari 2017

Seperti biasa, kami nongkrong lagi di rumah Irfan. Namun, kali ini hanya ada aku, Irfan, Tiara, dan Kevin. Irfan menyiapkan panggangan sate untuk perayaan malam tahun baru. Aku dan Tiara kebagian menjadi divisi logistik. Dengan kata lain, kami yang menjadi tumbal untuk disuruh belanja. Kevin sedang menyiapkan ide gilanya. Bukannya kembang api seperti halnya orang waras pada umumnya, Kevin merakit flamethrower dari kaleng butane (yang biasa untuk bahan bakar kompor portabel) yang ditekan dengan tembakan lem silikon. Idenya, kaleng tersebut ditekan untuk mengeluarkan gasnya, lalu ujungnya dipantik dengan sumber api. Kevin, dengan otaknya yang agak sedikit miring, mengetesnya untuk menyalakan panggangan sate. Tentu ia tak lepas dari teriakan Irfan. Kevin, dengan otaknya yang agak sedikit miring, malah berlari sembari tertawa dan memainkan flamethrower rakitannya. Aku tidak terlalu peduli. Yah, setidaknya selama tidak ada yang meledak atau terbakar sih.

Malam tahun baru ini cerah. Untungnya. Aku dan Tiara membeli berbagai macam daging. Karena Kevin seorang vegan, kami membelikan jamur dan sayuran juga untuknya. Aku, Irfan, dan Tiara berpesta dengan sate ayam dan sate kambing, sedangkan Kevin malah memasak sup jamur. Sayangnya kali ini Agas tidak hadir, padahal biasanya ialah penyumbang terbanyak untuk makanan.

“Ra, mau banyak-banyakan makan lagi? Hahaha”
“Ih nggak ah, lu makannya kuat banget gitu”
“Kali aja mau balas dendam gitu kan”, wajahku meledek Tiara
“Cukup deh cukup”

“Kalian berdua makannya sama-sama banyak lho. Ga salah emang nyuruh kalian berdua yang belanja. Kan kalian juga yang ngabisin, hahaha”
Kevin tiba-tiba menimpali.
“Ih si Adrian aja tuh. Waktu itu gue berdua makan sushi AYCE sama dia, masa dia abis 20 porsi”
“Hei, ingat juga lu habis berapa heiiii”
“Gapapa, bagus buat pertumbuhan hahaha”

Kami berempat tertawa saja mendengarnya.

Sembari menghitung detik-detik tahun baru, Kevin memainkan flamethrowernya lagi. Setiap hitung mundur, flamethrowernya dinyalakan.

“Tiga!”
“Dua!”
“Satu!”
“Selamat tahun baru!!!”

Aku, Irfan, dan Tiara berteriak sembari Kevin semakin heboh dengan flamethrowernya. Namun, aku sudah berjanji dengan Ibu Tiara untuk mengantarkan Tiara pulang sebelum pukul satu pagi. Setelah mengambil satu tusuk sate lagi, Tiara langsung mengajakku pergi. Kami berdua berpamitan dengan Irfan dan Kevin.

“Bye guys!”
“Gue cabut dulu bentar ya”

Berbeda dengan Tiara, aku tidak punya rencana lain lagi malam ini. Kedua orangtuaku sedang berlibur di Tokyo tanpa mengajakku. Jadilah aku sendiri di rumah. Oleh karena itu, setelah mengantar Tiara aku kembali ke rumah Irfan.

# Musim hujan, 1 Februari 2017

[Tiara, 15:47] Adrian, gue denger dari irfan katanya lu tadi pulang duluan ya? Kenapa lu?
[Adrian, 17:11] Uhh…
[Adrian, 17:11] Tadi jam 10 pas pelajaran olahraga gue pingsan
[Adrian, 17:11] Salah gue juga sih semalam ga tidur, pagi sekip sarapan juga wkwk
[Adrian, 17:11] Eh tadi pas olahraga malah tes endurance, mana panas banget pula
[Adrian, 17:11] Tepar deh
[Adrian, 17:12] Pak Tigor nyuruh gue pulang aja, katanya dia liat gue seharian lemes terus mukanya wkwk
[Tiara, 17:17] Waduh
[Tiara, 17:17] GWS, ian
[Tiara, 17:17] (Sticker)
[Adrian, 17:23] Thanks, ra
[Tiara, 17:25] Sekarang lu gimana, udah enakan?
[Adrian, 17:29] Udah sempat tidur sih tadi. Sebentar aja tapi
[Adrian, 17:29] Kepala gue masih muter banget rasanya
[Adrian, 17:29] (Sticker)
[Tiara, 17:31] Udah makan?
[Adrian, 17:32] Tadi pas sampai rumah sebelum tidur sempat paksain makan dulu
[Adrian, 17:32] Cuma ya, nggak banyak juga sih
[Adrian, 17:32] Di rumah ga ada orang, nyomotin sisa nasi goreng tadi pagi aja yang harusnya buat sarapan
[Tiara, 17:41] Ini gw kirim gofood ke rumah lu, nanti lu terima ya
[Tiara, 17:41] Makan yang bener. Siapa suruh lu udah begadang, ga sarapan pula, pingsan kan wkwk
[Adrian, 17:42] Wah, makasih loh ra
[Tiara, 17:45] (Sticker)
[Adrian, 18:04] (Photo)
[Adrian, 18:04] Sudah sampai~
[Adrian, 18:04] Makasih ya
[Adrian, 18:04] (Sticker)
[Tiara, 18:10] Sama2 ^^
[Tiara, 18:10] (Sticker)

# Musim hujan, 14 Februari 2017

Aku sedang bersiap merapikan buku-bukuku sebelum pulang sekolah. Kembali ke laci seperti biasa, tentunya. Pada saat itulah aku menyadari, di laciku terdapat sebuah coklat dan kartu ucapan.

“For you

-T”

Aku bergumam. Sejak kapan ia menaruhnya di sana? Apa saat aku sedang ke kantin tadi siang?

[Adrian, 16:14] (Photo)
[Adrian, 16:14] Makasih lho
[Tiara, 16:16] (Sticker)
[Tiara, 16:16] Hahaha
[Tiara, 16:16] Kok tahu wkwk
[Adrian, 16:19] Siapa lagi inisial T
[Tiara, 16:21] Pak Tigor? Wkwkwkwk
[Tiara, 16:21] (Sticker)
[Adrian, 16:22] Gue kirim makasih ke Pak Tigor aja nih ya berarti?
[Tiara, 16:25] Coba aja kalau berani :p
[Tiara, 16:25] Nanti sekalian jadi stensilan “Pak Tigor Guru Olahragaku”
[Adrian, 16:26] (Sticker)
[Adrian, 16:26] Lu kapan gitu naruhnya? Kok gue nggak sadar
[Tiara, 16:26] Hayo tebak
[Tiara, 16:26] (Sticker)
[Adrian, 16:28] Pas jam makan siang gue lagi di kantin?
[Tiara, 16:29] (Sticker)
[Tiara, 16:29] Benar sekali!
[Tiara, 16:29] Gue nitip irfan sih tadi, pas lu udah turun hehe
[Adrian, 16:31] Hadeh
[Adrian, 16:31] Gue tadi lagi makan bareng Lidya sama Faishol padahal
[Tiara, 16:32] Lu nggak ngajak sih :p
[Adrian, 16:33] Kalau gue tadi ngajak, lu nggak jadi ngasih coklat dong :p
[Tiara, 16:35] Kan bisa kasih langsung
[Tiara, 16:35] (Sticker)
[Tiara, 16:35] Tapi gapapa sih, kyk gini lebih surprise hehe

# Musim hujan, 19 Februari 2017

[Tiara, 09:22] Hai, pagi ian
[Adrian, 09:25] Pagi ra
[Adrian, 09:25] (Sticker)
[Tiara, 09:27] Eh iya, lu udah kepikiran daftar univ ke mana?
[Tiara, 09:27] Temenin belajar SBMPTN dongg
[Tiara, 09:27] Hehehe
[Adrian, 09:31] Eh iya gue belum ngasih tau ke lu ya
[Adrian, 09:31] Gue kemarin daftarnya ke univ di amerika
[Adrian, 09:31] Harvard, Ohio State, John Hopkins, Washington, Minnesota, CUNY, sama Kentucky
[Adrian, 09:31] Gue juga ga berencana daftar univ di indo sihh
[Tiara, 09:38] Ehh kenapa? Udah pede dapet ya yang di amerika?
[Adrian, 09:42] Yah disuruh ortu juga sih wkwk
[Adrian, 09:42] Katanya mending kejar yg bagus sekalian aja
[Adrian, 09:42] Jadi ya gitu deh
[Adrian, 09:42] Bapak gue kan alumni Harvard, jadinya doi nyuruh gue gas Harvard aja
[Tiara, 09:49] Wihh keren2
[Tiara, 09:49] Eh hmm
[Tiara, 09:49] (Sticker)
[Tiara, 09:49] Lu sabtu depan kosong ga
[Tiara, 09:49] Jalan yuk, sambil temenin gue ngambis sbm
[Adrian, 09:57] Kosong sih
[Adrian, 09:57] Boleh2
[Adrian, 09:57] Kopitiam yang deket rumahnya irfan itu mau ga?
[Tiara, 10:04] Bolehh
[Tiara, 10:04] (Sticker)

# Musim hujan, 25 Februari 2017

Meja nomor 29. Suasana kafe di pagi hari ini terasa lengang. Aku menunggu Tiara di sini sambil menghirup aroma teh tarik yang kupesan. Tidak biasanya ia terlambat.

“Duh, sori telat nih…”

Akhirnya datang juga.

“Lu udah lama, ian?”
“Gue dari sejam yang lalu sih. Sengaja duluan, bosen di rumah hahaha”
“Duhh maaf ya telat, gara-gara hujan tadi pagi jadi susah banget cari ojeknya”
“Waduh, padahal bisa minta buat gue jemput padahal”

Tiara duduk di seberangku. Pena dan sekumpulan kertas segera ia letakkan di meja.

“Pesan makan dulu gih, ra”
“Nanti dulu deh. Lu tadi pesen apa aja?”
“Teh tarik sama tahu goreng aja sih, nyemil la”
“Bagi dong tahunya”
“Ambil aja, tuh”

Tiara malah langsung mulai mengerjakan soal-soal latihan. Tangan kanannya sibuk dengan pena dan tangan kirinya penuh dengan tahu goreng. Mulutnya sibuk mengunyah.

“Latihan dari bimbel?”
“Iya, ian. Dari kemarin masih nggak bisa ngerjain yang matematika saintek. Pusing banget duhh”

Sejujurnya, aku belum pernah berlatih soal-soal SBMPTN. Jadi aku juga tidak terlalu familiar dengan tipe soalnya. Pikirku, kalau bisa mengerjakan soal-soal sekolah dengan baik dan belajar dengan cara yang benar, seharusnya soal SBMPTN mudah saja kan? Paling-paling masalah terbesarnya hanyalah tekanan dari durasi ujian. Kucoba membantu Tiara pada beberapa soal yang dirasa sulit olehnya.

“Iya, jadi ini tinggal kita bentuk matriks transformasinya, kalikan, selesai deh”
“Wahh, iya ya. Canggih. Makasih, ian!”
“Hehe, sama-sama. Sekarang, cobain deh yang ini. Caranya mirip-mirip”
“Okeei”

Dua jam berlalu. Tiara menghabiskan lembar demi lembar bak orang kesurupan. Sedangkan aku sekadar menonton Tiara saja, sesekali membantu ketika ia kesulitan. Bukan berarti kalau mendaftar ke universitas di Amerika lebih mudah sih, hanya saja perjuanganku berlangsung tahun lalu saat aku sibuk mempersiapkan diri untuk SAT.

“Eh, laper nih. Gue mau order makan dulu. Lu mau order lagi?”
“Boleh-boleh. Titip dong, milo panas sama mee goreng”
“Okei”

Makanan akhirnya tiba.

“Nih, gue tambahin curry prata juga, buat berdua”
“Widih, makasih. Lu beli apa itu?”
“Kaya toast, lagi pengen yang manis-manis aja”
“Nggak makan nasi?”
“Makan kan nggak harus sama nasi, hehehe. Lu juga nggak makan nasi kan?”
“Ya iya sih…”

Seperti biasa, aku selesai makan lebih dahulu daripada Tiara. Kuseruput milo panasku ketika Tiara tiba-tiba berbicara lagi.

“…Adrian?”
“Iya, kenapa?”
“Andaikan lu keterima nanti dan lanjut kuliah di Amerika, apakah lu bakal sering-sering mampir balik ke sini?”
“Entahlah. Mungkin setahun atau dua tahun sekali. Tergantung apakah gue bakal ada duit untuk beli tiket PP atau nggak. Kenapa gitu?”
“Nggak, gapapa kok. Gue cuma penasaran aja”
“Kenapa, lu takut gue tinggal ya? Haha”
“Ih, apaan. Geer.”
“Tenang… kita masih bisa kontakan via LINE kok”
“Ya…”

# Musim hujan, 9 Maret 2017

[Tiara, 18:56] (Voice Note #1)
[Tiara, 19:02] (Voice Note #2)
[Tiara, 19:02] (Sticker)
[Adrian, 19:04] …ra?
[Adrian, 19:04] (Voice Call)
[Tiara, 19:11] Maaf
[Tiara, 19:11] Aku malu
[Tiara, 19:11] Tapi kamu mengerti apa yang dimaksud, kan?
[Adrian, 19:11] Ya, aku mengerti
[Tiara, 19:11] Lalu bagaimana?
[Adrian, 19:11] Pertama
[Adrian, 19:11] Terima kasih
[Adrian, 19:12] Terima kasih telah mempercayakan perasaanmu padaku
[Adrian, 19:12] Namun, maaf
[Adrian, 19:12] Maaf apabila kamu mengharapkan hubungan yang lebih jauh
[Adrian, 19:12] Aku tidak membencimu
[Adrian, 19:12] Tapi aku juga tidak ingin berpacaraan untuk saat ini
[Adrian, 19:12] Aku tidak ingin menggantungmu juga
[Adrian, 19:13] Tapi saat ini, mari kita tetap berjalan seperti biasanya
[Adrian, 19:13] Cinta adalah kata yang berat
[Adrian, 19:13] Tapi aku juga ingin berkata padamu
[Adrian, 19:13] Aku juga sayang padamu. Jangan khawatir soal hal itu
[Tiara, 19:14] …
[Tiara, 19:14] (Sticker)
[Tiara, 19:14] (Sticker)
[Tiara, 19:14] (Sticker)
[Tiara, 19:15] Lalu kenapa, Adrian?
[Adrian, 19:15] Seperti yang kukatakan sebelumnya
[Adrian, 19:15] Cinta adalah hal yang berat
[Tiara, 19:15] Kamu tidak yakin?
[Adrian, 19:16] Aku tidak ingin hal ini merusak persahabatan kita
[Adrian, 19:16] Setidaknya, itu yang kupikirkan
[Adrian, 19:22] …ra?
[Tiara, 19:35] …
[Tiara, 19:35] …
[Tiara, 19:35] …
[Tiara, 19:35] …
[Tiara, 19:35] Maaf
[Tiara, 19:35] Aku ingin dibiarkan sendiri dulu untuk saat ini
[Tiara, 19:35] Tolong jangan hubungi aku sampai kuberitahu lagi
[Adrian, 19:37] It’s okay
[Adrian, 19:37] Take your time
[Adrian, 19:37] I know it must be hard

(Transkrip Voice Note #1)

Angin bulan maret yang berembus halus, menyertai matahari yang mulai terik
Musim akan segera berganti
dan demikian dengan kita

Kita bertemu empat musim yang lalu
Mungkin kau ingat?
Kemarau tahun itu?

Musim berganti
dan demikian dengan kita

(Transkrip Voice Note #2)

Angin bulan maret yang berembus halus, membawa debu terbang jauh
Musim akan segera berganti
dan demikian denganku

(Transkrip Voice Call)

Adrian: “Halo, Tiara?”
Tiara: “Adrian…”
Tiara: “Aku tahu aku akan nyesal kalau nggak bilang ini sekarang, so here goes nothing”
Tiara: “Aku ingat ketika pertama bertemu denganmu”
Tiara: “Saat itu, di ruang ekskul. Aku baru saja bergabung”
Tiara: “Kamu antusias sekali waktu itu memperkenalkan banyak hal padaku”
Tiara: “Aku ingat juga setiap momen kamu menemaniku”
Tiara: “Entah itu menerobos hujan dengan satu jas hujan bersama”
Tiara: “Atau sekadar berbelanja untuk pesta tahun baru”
Tiara: “Seperti kubilang tadi”
Tiara: “Musim akan berganti”
Tiara: “Tapi bagaimana dengan kita?”
Tiara: “Adrian. Aku memutuskan untuk jujur dengan diriku”
Tiara: “Aku sayang padamu”
Tiara: “…”

*Telfon diakhiri oleh Tiara*

# Musim kemarau, 9 Mei 2017

Sudah dua bulan lebih sejak Tiara terakhir bicara denganku. Ia juga agak menghindariku di sekolah. Sial. Apakah aku benar-benar membakar jembatan dengannya? Hari-hariku dipenuhi dengan pikiran rasa bersalah.

Di sisi lain, dalam periode tersebut juga, aku akhirnya menerima hasil penerimaan universitasku. Tentunya, aku ditolak oleh Harvard. Bahkan, aku ditolak oleh semuanya selain CUNY dan University of Kentucky. Aku memilih pergi ke CUNY karena lokasinya di New York.

# Musim kemarau, 11 Mei 2017

[Tiara, 16:24] Halo, Adrian
[Adrian, 16:27] Halo, ra
[Tiara, 16:35] Denger-denger lu keterima di CUNY ya? Selamat ya…
[Tiara, 16:35] (Sticker)
[Adrian, 16:36] (Sticker)
[Adrian, 16:36] Terima kasih, ra
[Tiara, 16:45] At last, kita akhirnya benar-benar akan terpisah…
[Tiara, 16:45] (Sticker)
[Adrian, 16:46] (Sticker)
[Adrian, 16:46] Hanya terpisah jarak kok…
[Adrian, 16:46] Kita masih bisa saling sapa
[Adrian, 16:46] Entah via LINE atau media lainnya
[Adrian, 16:46] I’m still here
[Tiara, 16:51] Kala itu, gue sempet bilang kalau gue bakal nyesal andaikan ga bilang itu
[Tiara, 16:52] Gue pikir gue siap dengan apapun respon dari lu
[Tiara, 16:52] After all, I think it’s better than regretting it for the rest of my life
[Adrian, 16:53] (Sticker)
[Adrian, 16:53] It’s okay…
[Adrian, 16:53] We’re still a couple
[Adrian, 16:53] A couple of bestie 😀
[Tiara, 16:55] Haha
[Tiara, 16:55] Benar
[Tiara, 16:55] Good luck di Amerika, ian
[Adrian, 16:57] Thanks!
[Adrian, 16:57] Berlaku juga untuk lu. Good luck studinya!

# Musim panas, 2 Juli 2017. New York City.

[Adrian, 08:35] Halo, ra
[Adrian, 08:35] Ini pagi pertama gue terbangun di New York
[Adrian, 08:35] (Photos)
[Adrian, 08:35] Sekarang lagi jam makan malam ya di sana?
[Tiara, 08:42] Wahh
[Tiara, 08:42] Iya, ini lagi makan malam
[Tiara, 08:42] (Photos)
[Adrian, 08:47] Sarapan dulu, hehe
[Adrian, 08:47] (Photos)
[Adrian, 08:47] Pizza sisa semalam dimicrowave sih hahaha
[Tiara, 08:51] (Sticker)
[Tiara, 08:51] Makan yang sehat di sana…
[Adrian, 08:53] Siapp wkwk

# Musim gugur, 29 September 2017. New York City.

[Adrian, 22:38] Halo, ra
[Adrian, 22:38] How’s life di Malang?
[Tiara, 22:41] Halo
[Tiara, 22:41] (Photos)
[Tiara, 22:41] (Photos)
[Tiara, 22:41] Dingin di sini, hahaha
[Tiara, 22:41] Tapi di sana lebih dingin lagi ya?
[Adrian, 22:43] Iya nih
[Adrian, 22:43] Musim gugur di sini
[Adrian, 22:45] Lu pernah dengar nggak
[Adrian, 22:45] Katanya bunga sakura gugur dengan kecepatan 5 centimeter per detik
[Adrian, 22:45] Atau kalau kata orang Amerika sih 1.96 inch per detik
[Tiara, 22:48] Kebanyakan nonton anime lu mah
[Adrian, 22:49] Hahaha, tahu referensinya ya
[Adrian, 22:49] Yah, semoga kita tidak seperti bunga sakura
[Adrian, 22:49] Perlahan tapi pasti, menjauh dari rantingnya
[Adrian, 22:49] dan jatuh ke tanah
[Tiara, 22:51] Semoga…
[Tiara, 22:51] (Sticker)
[Adrian, 22:55] Gue tidur duluan ya. Sudah mau jam 11 di sini. Goodnight~
[Tiara, 22:57] Goodnight~


Penulis: VP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *