H(OURS) Time: Spin off, Last Chance

Entry Writchal #3
Tema: Mati


Tuhan adalah suatu sosok yang wujud, zat dan keberadaan-Nya absolut di alam semesta ini. Semua yang berada di luasnya semesta ini termasuk salah satu ciptaan-Nya. Dia memiliki 99 nama sebutan, di samping itu namanya pun termasuk kemampuannya.

Malaikat, jin, setan, roh dan manusia hidup di dimensi yang berbeda. Terdapat penghalang bagaikan tembok cahaya yang membatasi para makhluk guna menjaga kedamaian antar dimensi dan penduduknya.

Terdapat tiga dimensi di alam semesta ini: Dimensi Bawah, Dimensi Menengah dan Dimensi Atas.

Malaikat memiliki izin atas ketiga dimensi tersebut. Dikarenakan mereka memiliki kewajiban akan perintah Tuhannya. Mereka sangat patuh kepada Tuhannya tersebut.

Setan hanya memiliki kehidupan di dimensi bawah. Mereka pernah melakukan kesalahan besar yang menyebabkan dijatuhkan dari dimensi atas ke dimensi bawah. Namun beberapa dari mereka masih ada yang mampu berpindah dimensi.

Jin dan manusia tinggal pada dimensi yang sama. Namun terdapat sebuah perbedaan. Jika manusia terbentuk karena adanya wujud jin yang dibaluri tanah dari bumi sebagai bentuk fisiknya. Dan jin hanyalah bentuk roh biasa tanpa adanya bentuk fisik yang terlihat.

Lalu untuk roh adalah keberadaan yang berbeda dari mereka semua. Roh terbentuk atas kehendak Tuhan karena adanya suatu tindakan dan kekuatan pikiran yang terbentuk dari ke-4 makhluk yang lain. Seperti contoh, para dewa.

Namun ada pula roh yang terbentuk karena keinginan suatu fenomena besar yang ada. Keberadaannya tidak pernah diketahui dan diperbolehkan oleh Tuhan. Dan mereka semua disebut sebagai Roh Iregular (Irregular Spirits)

 

“Hai Rani, selamat malam. Mungkin sudah lebih dari sepuluh tahun semenjak terakhir kali aku kemari bersama Amelia.” Berdiri di hadapan batu nisan bertuliskan nama ‘Rani’. “Mungkin kau di sana sedang membicarakan diriku dengan yang lainnya ya, haha.”

Seorang pemuda yang telah kehilangan ketiga istrinya dan seorang putrinya, yang tersisa hanyalah kedua putrinya. Rakha, sosok pahlawan yang menyelamatkan banyak siswa dari insiden King Goblin dan sosok penjahat yang menyulut Perang Dunia ke-3 juga pembunuh para Pahlawan Besar.

“Kau tahu Rani. Hidupku saat ini sangat tidak baik-baik saja. Aku takut semuanya akan hilang begitu saja saat di dekatku. Bahkan kalian pun pergi meninggalkanku. Bukankah itu tidak adil?” Menaruh setangkai bunga yang berbeda-beda warnanya pada setiap batu nisan.

Di sebelah makam Rani terdapat makam ketiga istri juga satu putrinya. “Aku hanya bercanda, kalian lah yang menentukan pilihan itu. Meskipun rasa sakit ini tetap ada, kalian adalah cintaku yang sangat pemberani dan ku hormati.” Mencium satu per satu batu nisan dan pergi meninggalkan pemakaman itu dengan rambut panjang yang diberai tertiup angin malam.

~***~

Jauh di atas sana, salah satu mantan malaikat agung, malaikat maut, Azrael, dipenjara karena menentang perintah Tuhan dan juga memilih seorang manusia dibanding dengan tugasnya. Karena hal itu, dirinya diberi julukan sebagai Broken Angel, yang artinya, sebuah malaikat yang gagal dalam memenuhi tugasnya.

Namun karena adanya beberapa insiden yang baru saja terjadi, Azrael terbebas dari penjara Dimensi Atas. Memang pada awalnya Azrael ingin sekali pergi secara paksa, tetapi dirinya merasa sebuah keberuntungan sedang berada pada pihaknya. Ia pergi melarikan diri ke Dimensi Tengah, Galaksi Bima Sakit, Bumi.

Karena aturan semesta yang berlaku, sayap Azrael yang awalnya berjumlah 49 pasang pada saat di atas, hanya menjadi tiga pasang saja saat turun ke bumi. Kekuatannya pun turun lebih dari 90% semulanya. Yang dia mampu lakukan hanya beberapa sihir sederhana tingkat atas.

Tujuan dirinya memilih bumi karena ingin bertemu dengan seseorang, yaitu Lucifer. Dirinya mengetahui beberapa rumor beredar mengenai pemberontakan Lucifer. ‘Sempat melawan bahkan memojokkan Tuhan’, itulah yang Azrael incar. Karena jika hal itu betul kebenarannya, maka akan ada kesempatan baginya untuk mewujudkan impiannya.

“Mungkin aku harus menghilangkan terlebih dahulu sayapku,” memandangi punggungnya yang terdapat tiga pasang sayap hitam.

Hitam ya … wajar saja, karena aku sudah dibuang oleh Tuhan. Rambutku jadi hitam juga.

Dengan menekan aura dan juga kekuatannya, sayap pada punggungnya menghilang dan pakaian yang dikenakan berubah mengikuti sekitar yang ada. “Pakaian apa ini? Yukata? Apakah ini Jepang?”

Mungkin bagi Azrael yang sudah lama tidak melihat bumi dan juga tidak tahu peristiwa apa saja yang sudah terjadi, semua itu akan langsung dikaitkan dengan pengetahuan terakhirnya. 

“Permisi,” menyapa seseorang yang kebetulan melewati Azrael menggunakan bahasa Jepang.

“Ya?” orang itu kebingungan dengan sapaan Azrael, mungkin lebih tepatnya bingung dengan bahasa yang digunakannya.

“Apakah kamu tahu di mana kuil, tempat untuk aku berdoa?” menggunakan bahasa Jepang.

Orang itu kebingungan dengan bahasa yang digunakan oleh Azrael, “Anu … apakah kamu berasal dari pulau seberang?”

Entah kenapa meskipun aku tidak tahu bahasa apa ini, tapi aku dengan mudah paham dengan artinya.

“Ah maksudku, apakah kamu tahu di mana kuil, tempat untuk aku berdoa?” mengulangnya dengan bahasa yang digunakan orang tadi.

“Kuil ya. Kamu tinggal lurus saja dan di sana ada tangga menuju ke atas. Di sanalah tempatnya.”

“Terima kasih banyak,” membungkukkan badannya sedikit, seperti budaya Jepang bada umumnya.

Dengan melihatnya, orang tadi sedikit kebingungan dengan sikap Azrael. Karena memang benar, tempat itu bukanlah Jepang yang biasa Azrael kenal lagi.

Benar sepertinya, ini bukan Jepang. Tetapi akulturasi budayanya hampir mirip. Aku pun tidak merasakan lagi energi beberapa makhluk mistis yang seharusnya ada di sini.

Berjalan lurus ke depan menuju arah kuil. Sepanjang jalan hanya terlihat tenda-tenda untuk orang berdagang. Hal itu membuat Azrael berpikir lagi, ‘Apakah benar ini adalah Jepang yang ia kenal?’

Tak jauh setelah dirinya berjalan, ia melihat beberapa patung dewa yang biasa disembah sudah hancur sebab kerusakan yang disengaja. Tidak hanya itu, dia pun mendengar orang-orang yang terus mengeluh tentang Perang Dunia ke-4.

Perang Dunia ke-4?! Apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan bumi?

Karena rasa penasarannya itu, Azrael mencoba untuk mendeteksi seluruh permukaan bumi dengan sihirnya. “Teknik Sihir: Detect.” Pada dasarnya, kekuatan malaikat miliknya sudah diambil oleh Tuhan. Tetapi dia menyimpan sisanya pada 49 pasang sayap yang berubah menjadi hitam itu.

Benar-benar situasi yang sangat buruk — itulah yang dipikirkan Azrael saat melihat kondisi bumi saat ini.

“Permisi paman,” dengan suara imutnya, seorang gadis kecil menepuk-nepuk punggung Azrael. Hawa kehadirannya benar-benar tidak terasa sama sekali.

Sentuhan itu membuat Azrael melepas sihir deteksinya, “Ya? Ada apa ya?”

“Apakah tuan ini seorang malaikat?” tanya seorang gadis dengan pakaian serba tertutup. Mata dan alisnya terlihat berwarna putih. Rambut yang sedikit terlihat pun berwarna putih.

Azrael terkejut saat ada yang mengetahui keberadaannya itu. Seharusnya tidak banyak yang bisa mengetahui identitas malaikat saat sedang di bumi. Kecuali penyihir tinggi juga Legendary Heroes, Alden dan Aghatha.

“K-kau siapa?”

“Ah maaf, perkenalkan diriku Mila.” Membuka penutup wajahnya.

Benar seperti ekspetasi Azrael, semuanya serba putih.

“Manusia?”

Gadis itu tersenyum tipis saat ada yang menanyakan rasnya, “Hihi, apakah aku terlihat seperti bukan manusia?”

Sebenarnya Azrael sedikit curiga dengan gadis itu. Bukan hanya karena penampilannya, namun juga aura yang dipancarkan sangat berbeda dengan yang lain. Dan juga tak terasa energi sihir sama sekali pada dirinya.

“Apakah kamu terkejut melihat diriku yang tidak memiliki sihir? Wajar saja sih, karena pada umumnya setiap manusia memiliki energi sihir meskipun hanya sebesar biji wijen.”

“Jadi ‘apa’ dirimu itu?”

“Kau mengganti pertanyaannya, hihi. Ini semakin lucu saja. Tak kusangka ada malaikat sebodoh ini. Tenang saja, aku ini benar-benar manusia. Hanya saja aku tidak memiliki energi sihir, mirip seperti ayahku.”

“Ayahmu?”

“Ya, ayahku, Rakha. Orang yang berhasil melawan satu dunia ini. Hebat kan?!”

Apa-apaan gadis kecil ini! Dunia ini?! Seorang manusia!? 

“Namun sayang sekali ayahku sedang tidak ada di sini. Omong-omong, paman sedang mencari seseorang?” melanjutkan perkataannya.

“Bagaimana kamu tahu nak?” Mengangkat Mila seperti seorang ayah yang menggendong anaknya.

“Aku bisa melihatnya … warna paman. Seperti seorang anak kecil yang tertinggal oleh ibunya.”

Aura?

“Paman ini malaikat kan? Tunjukkan sayapmu dong.”

“Tidak bisa nak, di sini sedang banyak orang. Mungkin lain kali saja.”

“Eeehhh ….”

Entah bagaimana dan kenapa, Azrael merasa mudah akrab dan dekat dengan Mila. Ada suatu perasaan yang terlupakan oleh memori Azrael tapi tubuhnya tetap mengingat itu.

“Ah iya bagaimana jika kamu membawaku kepada ayahmu saja. Paman ingin berkenalan dengannya.”

“Tidak bisa,” langsung dijawab dengan cepat. “Lokasi ayah tidak diketahui sama sekali, kecuali paman mau membantuku.”

“Baiklah, paman akan bantu sebisa mungkin.”

“Yosh! Ayo kita pergi!”

Mungkin aku tidak perlu buru-buru dengan tujuanku. Akan ku nikmati dulu momen bersama anak ini.

Mereka mulai dengan mengelilingi tempat tadi. Azrael tahu bahwa akan sulit untuk menemui Lucifer, tapi mungkin momen ini bisa ia nikmati dulu. Nostalgia sangat terasa pada perasaan dan pikirannya. Teringat dengan sosok istrinya.

“Paman?” Mila memanggilnya karena melihat Azrael diam bengong memandang langit. Mila mencoba untuk mendekati dan menanyakan sesuatu kepada Azrael, “Paman ini sebenarnya ingin melakukan apa jika sudah bertemu dengan orang itu?”

“Sebenarnya aku ingin menghancurkan konsep kematian pada semesta ini.”

Mila yang mendengarnya sedikit terkejut. Tetapi dia hanya tersenyum dan tertawa tipis untuk menanggapinya, “Haha, paman ini benar-benar malaikat yang bodoh dan lucu.”

“Begitu ya? Haha.”

Karena melihat Azrael yang murung, Mila mencoba untuk menghibur Azrael. Dirinya itu seperti melucu sebagaimana halnya tingkah anak kecil. Karenanya itu, Azrael tersenyum dan tertawa melihat kelakuan Mila.

“Kau ini benar-benar mengingatkanku pada seseorang, haha,” mengusap kepala Mila. “Terima kasih nak. Mungkin mulai sekarang aku akan mencari orang ini sendiri. Nak Mila kembalilah kepada ayahmu itu.” Membelikan sebuah permen kapas untuk Mila.

“Tidak paman, aku akan menemanimu. Lagian aku belum ingin bertemu ayahku.”

Karena terpaksa, Azrael merasa harus membawa Mila dalam perjalanannya. Dia harus tetap mencari Lucifer untuk mewujudkan impiannya. Dengan berpikir dirinya dengan Lucifer adalah sesama mantan malaikat, dia berharap akan dibantu olehnya. Tetapi Azrael belum tahu dengan kondisi semesta saat ini.

Perjalanan panjang sudah ditempuh oleh Azrael dan Mila, melewati pulau Cina. Menurut kabar yang ada, setelah Perang Dunia ke-3, Daratan Cina terpecah-pecah karena ledakan nuklir yang begitu besar hingga membelah benua. Informasi-informasi ini terasa sangat baru bagi Azrael. Bahkan dirinya bingung, ‘Kenapa manusia ingin sekali menghancurkan diri mereka sendiri’.

Dari informasi itu juga, Azrael mengetahui bahwa Malaikat Agung Maut yang baru, Yehudiel, biang keladi dari Perang Dunia ke-4. Entah apa yang sebenarnya terjadi, yang terlihat oleh Azrael hanyalah dunia tanpa Tuhan. Informasi ini sangatlah akurat dan terbukti kebenarannya. Setiap tempat yang dia lewati sudah tidak berbentuk dan jumlah penduduk yang dirasakan pun lebih sedikit dari biasanya.

“Paman Azrael, istirahat dulu. Mila lelah berjalan.”

Mereka memutuskan untuk berhenti dan istirahat sejenak. Sejujurnya daya hidup Azrael hanya tinggal 5 tahun lagi. Tidak banyak energi sihir yang bisa digunakan lagi. Hal itu sudah terasa pada setiap sel-sel tubuhnya, menjerit seperti kesakitan.

Azrael mengeluarkan secarcik surat dan sebuah foto Lucifer. Di surat itu juga terdapat sebuah alamat dan peta yang menunjukkan sebuah tempat.

“Paman Luci!” Mila menunjuk foto itu seolah-olah memanggilnya.

Azrael terkejut saat Mila berteriak, “Kau mengenalnya?”

“Iya! Paman Luci itu yang merawatku dan kakak-kakakku, jika Ayah pergi bekerja.”

“Apa kau tahu di mana dia sekarang?” memegangi bahu Mila.

“Mi-Mila tidak tahu, paman. Paman Luci tidak pernah datang lagi semenjak pergi bekerja bersama ayah.”

“Begitu ya … Kalau begitu kita sementara waktu istirahat dan tidur di sini ya.”

Mila tertidur lelap di atas tumpukan jerami yang sudah disiapkan. Azrael tetap terjaga karena takut akan ada orang yang menyerang dirinya dan Mila. Sambil melihat ke arah langit berbintang, dirinya teringat dengan sebuah momen yang membuat dirinya diasingkan Tuhan dan dipenjarakan.

~***~

Rambut yang berwarna perak terang dan sayap yang begitu gagah menerangi ruangan kerjanya. Kekuatan yang terasa sangat kental dan juga melimpah. Azrael sedang mengerjakan berkas-berkas yang perlu dibuat untuk dilaporkan kepada Agares, sang Tuhan.

Tepat di tengah kesibukannya itu, seorang malaikat bawahannya, malaikat maut, melaporkan sesuatu yang mengganjal pada pekerjaannya. Dia melaporkan bahwa manusia yang menjadi target selanjutnya sudah bisa melihat dirinya. Padahal itu masih berada pada tahap 365 hari sebelum hari kematiannya.

Seperti yang sudah diketahui dan dipercayai banyak orang beriman, setiap manusia dapat melihat malaikat maut tepat saat 40 hari sebelum kematiannya. Itu adalah peringatan dan kesempatan terakhir bagi manusia untuk memperbaiki dirinya. Aturan itu sudah berlaku sejak Adam dan Hawa turun ke bumi.

Namun untuk hal ini, muncul sebuah kasus khusus yang perlu ditangani oleh pimpinan malaikat maut saat itu, salah satu malaikat agung, Azrael. Seorang gadis berumur 24 tahun telah melihat malaikat maut pada 365 hari atau tepat 1 tahun sebelum kematiannya. Kejadian itu sangat langka bahkan bisa saja hanya akan terjadi setiap 10000 tahun sekali.

Dengan menggunakan avatarnya, Azrael turun ke bumi dan menemui gadis itu. “Hai nona, selamat pagi.” Sapaan pagi di sebuah ladang gandum yang begitu luas. Bahkan gesekan antara tanaman gandum yang disebabkan hembusan angin terdengar berirama dan begitu nyaman.

Jas rapi yang dikenakan Azrael seperti seorang bangsawan kelas tinggi nan gayanya yang sopan memberikan sebuah salam hormat. Saat Azrael mengangkat badannya dan memandangi gadis itu. Tubuhnya itu seketika membeku dan padangannya tidak bisa dialihkan ke yang lain. Sebuah kisah malaikat memiliki sebuah rasa kepada manusia untuk pertama kalinya.

Aneisha Clarabel, seorang putri pemilik ladang gandum di Uni Eropa, Jerman. Rambutnya yang berwarna cokelat, diberai tertiup angin menyatu dengan para gandum. Wangi dan hembusannya begitu terasa tenang saat dihirup. Wajahnya yang manis dan ceria membuat orang-orang di sekitarnya begitu senang hingga menular kepada yang lain. Sosok manusia yang hampir menyentuh kata sempurna.

“Iya? Selamat pa—gi?” dengan terkejut melihat seorang pria dengan pakaian sebegitu formalnya datang ke ladangnya. “Maaf, ada keperluan apa ya?” menundukkan kepalanya.

“Aahh, tidak perlu sesopan itu,” — Azrael berpikir adanya perbedaan kasta di sini yang menjadi pembatas antara bangsawan dan petani — “tenang saja, aku hanya ingin berjalan-jalan.”

“Aaa, maafkan saya. Silahkan lanjutkan jalan-jalan Anda.” Terus menerus menundukkan kepalanya.

Kesopanan dan sifat lembut merendah itu terlihat lucu bagi Azrael. Meskipun sudah berumur 24 tahun, kesannya seperti melihat anak kecil berumur 13 tahun yang sedang belajar tata krama.

Aku akan terus memerhatikan dirinya dari kejauhan saja — pikir Azrael.

Berdasarkan pengamatannya, gadis itu tidak memiliki energi sihir yang begitu besar, hanya seukuran manusia biasa. Bukan suatu alasan dirinya bisa melihat malaikat karena sihir. Azrael terus memperhatikannya. Pekerjaan yang ia lakukan sangat tertata dan konsisten. Sikap sopan dan riangnya saat menyapa orang yang melewatinya, benar-benar tidak menggambarkan umurnya.

Apa yang sebenarnya membuat dirinya bisa melihat malaikat ya? — menatap langit sembari tiduran di atas tanah berumput hijau.

“Ah, tuan yang tadi!” suara seorang gadis tepat di belakang Azrael.

“Hmm?” menengok ke arah belakang, melihat Aneisha ada di sana.

Mereka berdua saling bertatapan mata. Pupil berwarna emas milik Aneisha melihat tepat menuju mata Azrael yang berwarna biru laut. “Matamu cantik ya tuan,” Aneisha memberikan pujian kepada Azrael.

Untuk pertama kalinya Azrael memasang wajah malu karena pujian seorang manusia. Dia memalingkan wajahnya, “Oh, begitu ya.”

Dengan tawa kecilnya yang imut, Aneisha bertanya kepada Azrael, “Apakah kamu bukan seorang manusia?”

Tubuh Azrael dengan reflek langsung melihat Aneisha, dia berpikir kenapa Aneisha bisa mengetahuinya. Namun, hal itu langsung terjawab setelah melihat matanya. “Mata Suci Tujuh Penjuru Lautan, ya?”

“Kau mengetahuinya?! Mata ini!” dengan penasarannya sampai sedikit mendorong Azrael. Tatapannya yang menyala itu menatap serius wajah Azrael.

“Y-ya, aku tahu.”

Tanpa disadari posisi Aneisha berada di atas Azrael. Wajah manis Aneisha terlihat jelas di balik bayangan yang menutupi sinar matahari di langit. Rambut cokelatnya itu mengelilingi wajah Azrael, hingga benar-benar yang ada dihadapannya hanya wajah Aneisha.

“A-anu ….”

Sial, martabatku menghilang! — menyadari diri sendiri kalau mengatakan ‘Anu …’ karena terbiasa dengan bahasa Jepang membuat dirinya seperti menjadi manusia biasa.

Aneisha yang terlambat menyadarinya langsung beranjak dari posisi tadi, “Aaa! Maafkan saya!”

“T-tidak apa-apa.” Mereka berdua merapikan pakaiannya yang sedikit acak-acakan. “Kau sangat penasaran dengan mata itu?”

“Iya. Entah bagaimana caranya aku bisa memiliki mata ini. Saat terbangun dari tidur yang ku lihat hanya bagian dunia yang tidak pernah ku lihat.”

“Karena memang itulah arti dari ‘Mata Suci Tujuh Penjuru Lautan’, meminta sang pemiliknya untuk melihat seisi dunia.” Azrael menunjukkan mata yang sama kepada Aneisha. “Mata itu memilihmu karena kau memiliki keinginan yang sama dengannya.”

“Melihat seisi dunia ya … Aku kira itu hanya mimpi.” Keputusasaan terpampang pada raut mukanya.

Hanya karena melihat wajahnya, Azrael mengerti dengan perasaan Aneisha. Perasaan terkekang oleh sesuatu yang merenggut kebebasan miliknya. Dirinya itu hanya tersenyum dan berkata, “Maafkan ketidaksopananku, sebelumnya aku tidak sempat memperkenalkan diriku ya. Aku adalah Azrael, kamu bisa memanggilku Rael. Dan tepat seperti dugaanmu, Aku bukanlah manusia, tetapi seorang malaikat. Lebih tepatnya, malaikat maut.” Dengan pose tangan kanan pada dadanya yang penuh hormat.

“Ma-malaikat maut?”

“Benar sekali, malaikat maut. Untuk satu tahun ke depan ini, aku akan menjagamu hingga ajal yang sudah ditentukan menjemputmu, Aneisha Clarabel.”

~***~

“Pa-man … Paman bangun!” suara yang samar semakin jelas terdengar. “Paman malaikat bangun!”

Secara terkejut, Azrael terbangun dari tidurnya. Di sekelilingnya sudah terdapat banyak orang berpakaian serupa seperti orang kantoran. Mila sudah berada ditangkapan mereka. “Sepuluh orang ya — malaikat?”

Salah satu dari perwakilan mereka mendekati Azrael, “Kami malaikat Dimensi Atas datang untuk menangkapmu lagi. Perintah langsung dari pimpinan untuk menangkap tahanan melarikan diri, Azrael.”

Azrael hanya tersenyum dan mulai berdiri dari posisi duduknya. Mengeluarkan energi sihirnya, “Teknik Sihir: Death Touch.” Tangan kanan Azrael seperti mengeluarkan aura berwarna ungu gelap pekat, serasa tidak ingin menyentuhnya. “Hanya dengan ini, kalian semua bisa ku ratakan.”

“Semuanya bersiap!!!” perwakilan tadi memberikan aba-aba. Untuk sesaat, situasi menjadi hening dan tegang. Keduanya saling mempersiapkan kesiapannya untuk bertarung. “Tangkap dia!”

Semua malaikat tadi langsung menyerbu Azrael secara bersama-sama. Tetapi, “Menyerangku langsung ya? Tidak berguna. Teknik Sihir: Lubang Buaya.” Di saat mereka semua melompat ke arah Azrael, beberapa lubang terbentuk di bawah mereka. Dan lubang itu menarik mereka untuk masuk ke dalamnya.

Setelah mereka semua masuk ke lubang itu, datang seperti penutup yang di bawah permukaannya terdapat ujung pedang yang mampu membunuh malaikat. “Matilah kalian semua,” ucap Azrael.

Mila yang sedang dipegangi—mungkin ditawan oleh seorang malaikat tidak memasang wajah panik sama sekali. Dia hanya terdiam melihat Azrael sembari dipegangi oleh seorang malaikat.

Melihat itu membuat Azrael sedikit kesal terhadap perlakuan malaikat itu kepada Mila. Tanpa disadari, Azrael sudah berada di belakang malaikat itu. “Kau juga … susul lah teman-temanmu.” Azrael mengangkat malaikat itu dengan tangan kanannya. Tubuh malaikat itu langsung mengering dan energinya terserap ke dalam tubuh Azrael.

“Memang seharusnya seperti ini,” ucap Azrael. Matanya itu berubah menjadi hitam meskipun pupilnya tetap berwarna biru.

Kekuatan yang Mila rasakan pada Azrael, “Kekuatan paman terasa sangat sesak.”

Beberapa malaikat yang yang selamat dari lubang buaya tadi menampakkan dirinya dengan tubuh penuh luka tusukan. “Azrael, kau benar-benar pengkhianat Tuhan.” Mereka mulai mengeluarkan sayap-sayap malaikat mereka.

“Aku tetap tidak perlu menggunakan kekuatan untuk mengalahkan kalian,” gertakan Azrael dengan mengeluarkan aura energi sihir yang begitu melimpah. “Kenapa kalian tidak berhenti saja,” dengan senyuman lebar nan sadisnya.

Para malaikat pun bergetaran saat melihatnya. Namun karena itu adalah sebuah perintah, “Karena malaikat sepertimu — Azrael, kau baru saja memulai kehancuran pada dunia ini. Serang dia!” Para malaikat mengeluarkan sebuah lingkaran sihir pada punggung mereka. “Teknik Sihir Cahaya Gabungan: Heavenly Chain.” Dari lingkaran sihir itu muncullah semacam rantai cahaya yang mengikat Azrael.

Heavenly Chain?! Bagaimana para keroco ini bisa memanggil salah satu senjata surgawi — itulah yang ada dalam pikiran Azrael.

“Kami, para malaikat bawahan Yehudiel, mampu memanggil salah satu senjata surgawi jika dilakukan bersama. Nah, sekarang kau ikutlah dengan kami.”

Cih! Aku ka— ucapannya terpotong. Tiba-tiba saja datang seorang pria dengan rambut sepanjang bahu. Dia datang begitu saja tepat di tengah-tengah pertarungan. Sosok misterius itu membuat para malaikat terdiam tak berkutik saat melihatnya. 

“Akhirnya aku menemukanmu, Mila.” Pria itu menggunakan pakaian serba hitam, seperti baru saja melayat. Wajah misteriusnya itu terlihat saat angin mengibaskan poninya, meskipun hanya terlihat sebagian wajahnya saja.

“Ayah!”

Ayah? Jadi begitu ya … dia adalah ayahnya. Dia benar-benar terlihat sangat kuat.

Mila mendekati ayahnya dan meminta untuk menggendongnya. Mereka berdua terlihat sangat cocok seperti ayah dan anak. Hal itu membuat Azrael teringat sesuatu yang sudah dirinya lupakan.

“Kau pasti Azrael ya?” Pria itu mendekatinya dan juga mulai memperkenalkan dirinya, “Aku Rakha, ayah dari gadis ini. Kuucapkan terima kasih karena sudah menjaganya.” Dia juga melepaskan rantai-rantai cahaya yang mengekang Azrael hanya dengan menyentuhnya.

Kuat sekali ….

“Kau … manusia! Bagaimana kau bisa sampai ke sini?!” salah satu dari malaikat itu berteriak kepada Rakha.

“Bagaimana? Oh, ya aku hanya tinggal menerjang mereka semua.” Yang dibicarakan oleh para malaikat itu adalah ribuan pasukan malaikat yang berniat menghadang Azrael jika berhasil melarikan diri lagi.

Para malaikat itu mulai geram dengan perkataan dan sikapnya, “Jangan sombong kau manusia! Teknik Sihir: Angel Feathers.” Mereka menembakkan bulu-bulu dari sayap mereka menuju Rakha. Tetapi dengan mudahnya, Rakha hanya perlu mengangkat satu jarinya untuk melenyapkan bulu-bulu itu.

“Kau berniat memberiku terapi akupuntur ya? Terima kasih, tapi tidak dulu deh. Lebih baik kalian yang di sini membantu malaikat-malaikat lain yang sedang terkapar di sana.” Rakha membukakan celah dimensi untuk mereka semua.

Para malaikat benar-benar sedang terpojok. Mereka terpaksa untuk mundur dan pergi menyelamatkan rekan-rekannya terlebih dulu. “Kami semua akan kembali lagi, Azrael, dan juga kau, Rakha!”

“Ok semuanya sudah selesai. Ayo kita pulang, Mila.”

“Tidak! Mila harus membantu paman ini. Dia sedang mencari seseorang.” Mila menatap serius mata sang Ayah. Tatapan yang membuat Rakha tidak bisa bereaksi apa-apa lagi.

“Baiklah terserah dengan apa yang kau lakukan, tetapi ayah tidak bisa menemani kalian. Karena ada yang harus kuselesaikan dulu.” Menurunkan Mila dari pangkuannya.

“Tidak apa-apa, kami berdua akan mencarinya bersama,” ucap Mila.

Rakha hanya bisa menghelakan nafasnya, “Baiklah tapi hati-hati ya. Kutitipkan lagi anakku padamu ya, Azrael. Kalau begitu aku pamit.” Membukakan celah dimensi untuk pergi ke sebuah tempat.

“Tunggu sebentar!” Azrael meenghentikan Rakha. “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu. Apakah kau tahu di mana Lucifer saat ini? Jika kau mengenal diriku seharusnya kau juga mengenali Lucifer kan?”

Tanpa membalikkan badannya, Rakha menjawab dengan datar, “Dia sedang dalam sebuah misi yang membutuhkan kekuatannya. Lebih baik kau cari saja orang yang sangat ingin kau temui itu, daripada memikirkan mimpimu yang kosong itu.” Rakha langsung pergi memasuki celah dimensi itu dan menghilang begitu saja.

“Mimpi … yang kosong.” Azrael mengulangi perkataan Rakha tadi.

Benar juga, yang kuinginkan itu bertemu dengannya. Bukan embel-embel menghilangkan kematian.

“Paman! Ayo kita lanjutkan perjalanannya.” Mila mengulurkan tangannya.

“Ya, ayo kita pergi.”

~***~

Azrael dan Mila pergi melanjutkan perjalanannya yang tidak tahu ke mana arahnya. Saat ini mereka sedang berada di tengah-tengah pada pasir. Tanah Arab, tempat yang sangat gersang dan sangat sulit menemukan sumber air. Tetapi itu pada zaman dulu. Saat ini, Arab sudah dipenuhi dengan tumpukan salju yang sangat putih. Meskipun matahari terik tetap terasa pada ujung kepala, tumpukan salju ini tidak meleleh sama sekali.

“Ini adalah dampak dari perang dunia ketiga. Pusat dari medan magnet bumi terkadang berpindah-pindah, sehingga membuat kondisi iklim sangat tidak stabil,” penjelasan singkat dari Mila.

Hanya mendengar penjelasan itu, perasaan Azrael menjadi sangat tidak menentu. Ambisi dan keinginannya saling bertabrakan sehingga membuat perasaan Azrael sangat labil. “Dari dulu aku sangat benci untuk mencabut nyawa seseorang, tapi aku juga ingin bertemu kedua cintaku. Namun, dengan kekuatan seperti ini … aku hanya bisa melakukan salah satunya.”

Mila mendekati dan memegangi tangan Azrael, “Takdir akan selalu menuntun kita.”

Kalimat itu membuat Azrael mengingat sesuatu yang sangat lama waktunya. Itu adalah di saat-saat dirinya dan Aneisha mendapatkan kebahagian barunya. “Aku ingat.” Azrael langsung menggendong Mila, mengeluarkan sayap hitamnya dan terbang jauh menuju Jerman. Tempat di mana dia memulai dan mengakhiri semuanya.

Dengan kekuatannya itu, terbang dengan kecepatan Mach pun tidak membuat dirinya mengalami gesekan dengan udara. Dia membuat dinding sihir yang tebal di sekitar tubuhnya. Meskipun maksudnya mengurangi gesekan yang ada, sebenarnya tujuannya itu untuk menahan serangan-serangan udara di atas langit medan perang. Dari atas sana, Azrael melihat tanah-tanah yang seharusnya hijau menjadi hitam tandus tanpa kehidupan.

“Menyedihkan.”

Tak lama dari medan perang itu, mereka berdua akhirnya sampai di negara Jerman. Azrael berusaha mengingat-ingat tempat dirinya dengan Aneisha tinggal bersama. Tanpa menggunakan sihir yang ada, akhirnya sampai pada tempat tujuan.

Tempat itu, sudah sangat berubah. Keanggunan ladang gandum dan juga tawa ceria para penduduk menghilang tak terasa oleh Azrael. Mila pergi meninggalkan Azrael, “Eh, kau mau pergi ke mana?” Tampaknya Mila merasakan sesuatu yang membuatnya penasaran. Azrael hanya bisa mengikuti dan mengejarnya.

Padahal hanya tertinggal sedikit, Azrael kehilangan jejak Mila. Tak disadari, dirinya memasuki hutan yang begitu gelap. Ingatan muncul samar-samar sedikit demi sedikit saat berjalan di dalam hutan itu. “Mila, kau di mana?” Berteriak memanggil Mila yang tidak tahu di mana lokasinya.

Saat berjalan-jalan, dia melihat bayang-bayang ingatan lamanya. Dia bahkan mengingat tempat di mana dirinya memperkenalkan dirinya yang malaikat maut kepada Aneisha. “A-neisha?” Bayangan Aneisha muncul begitu saja di hadapan Azrael. Tetapi bayangan itu hanya tersenyum dan pergi menghilang lagi.

“Hei, kamu pergi ke mana Aneisha?!”

Azrael merasakan ada energi yang tidak wajar pada suatu tempat. Dia juga sesekali melihat bayangan Aneisha pergi ke arah yang sama ke tempat dia ingin pergi. “Tunggu sebentar!” Mila di dalam sebuah gubuk melihat Azrael sedang berlari ke arahnya. “Mi-la?” Terlihat gumpalan energi sihir yang begitu padat di dekat Mila. “Awas Mila!”

Duarr!!! Suara ledakan yang begitu besar, bahkan menggetarkan daratan. Sebuah bentuk ledakan seperti serangan nuklir yang berbentuk jamur menembus langit. Hempasan udaranya bahkan terasa hingga ribuan kilometer jauhnya. Lokasi sekitar dengan radius lima kilometer rata tak bersisa.

Di tengah-tengah pusat ledakan itu terlihat gumpalan bulu-bulu hitam yang sedang menutupi sesuatu di dalamnya. Setelah beberapa menit ledakan itu terjadi, bulu-bulu hitam itu menggugurkan dirinya. Mila yang berada di dalamnya sedang dipeluk oleh Azrael yang ternyata sedang membentangkan sayapnya.

Aku sudah tidak kuat lagi … Energi sihirku hanya akan mampu menahan daya hidupku selama satu hari lagi. — Tubuh Azrael mulai terdisintegrasi.

“Paman … tanganmu ….” Mila terbangun dari tubuhnya dan melihat lengan Azrael seperti tanah liat yang retak.

“Pa-Paman tidak apa-apa, bagaimana denganmu.” Menarik kembali sisa-sisa sayap yang masih menempel pada punggungnya.

“Berkat sayap paman, Mila tidak apa-apa.”

Azrael tersenyum, “Baguslah.”

Terdengar suara teriakan dari atas langit, “Akhirnya aku menemukanmu, AZRAEL!” Seperti sebuah roh yang terbang menghampiri Azrael.

“Azrael! Hancurkan roh itu, jangan biarkan dia memasuki dirimu!” Rakha yang mengejar roh itu berteriak kepada Azrael.

“Sudah terlambat!” Roh itu memasuki tubuh Azrael. Dan membuat Azrael berteriak kesakitan.

Sebuah celah dimensi terbuka di sebelah Mila, “Mila cepat masuk ke dalam sana!”

Sebuah ledakan kedua terjadi yang berasal dari tubuh Azrael. Rakha yang sedang terbang hanya terdiam, membiarkan ledakan itu mengenai dirinya. Bukan berarti dirinya tidak bisa melarikan diri, hanya saja ledakan itu bukan masalah besar baginya.

Ledakan kedua ini tidak sebesar yang pertama. Hanya saja daya kejut yang dihasilkan lebih besar dari yang pertama. Hal ini mungkin disebabkan karena energi yang digunakan berasal dari energi murni malaikat. Efek yang diterima pun hanya berpengaruh kepada orang yang memiliki energi sihir yang besar saja. Tidak berpengaruh untuk Rakha yang tidak memiliki energi sihir.

“Aku tidak bisa menutup daya ledaknya karena akan membuat Azrael dalam bahaya.”

Dia masih belum boleh mati.

Dari balik dalam ledakan itu, terlihat Azrael mengeluarkan sayap putih dan hitam secara bersamaan. Aura asing bercampur aduk dengan milik Azrael. Bentuk tubuhnya pun seperti chimera yang memiliki dua kepala. Dan untuk pertama kalinya, malaikat memiliki tanduk pada dahinya, seperti iblis.

Rakha yang berada di atas langit menggunakan tekniknya untuk menekan Azrael ke tanah. “Teknik Pikiran: Press.” Hanya dengan teriakan Azrael, teknik itu langsung dipentalkan. Kekuatan yang tiba-tiba meningkat itu membuat Rakha sedikit terkejut.

“Aku adalah Yehudiel, sang malaikat agung … aku akan menghapuskan kematian dari semesta ini.”

“Omong kosong.” Rakha tepat berada di belakang Azrael yang sedang dirasuki Yehudiel itu. Menempelkan jari telunjuk pada punggungnya, “Cepat keluar dari tubuhnya atau —”

“Atau apa? Aku tidak takut, karna energi ini hanyalah avatar sementara yang kugunakan. Tubuh asliku masih berada di Dimensi Atas. Lakukan saja yang ingin kau laku—” Sebelum ucapannya selesai, Rakha langsung menembakkan sebuah peluru hitam dari jari telunjuknya tepat pada jantung Azrael.

Peluru hitam, lebih tepatnya sebuah tetesan elemen kegelapan yang mampu menembus dan menelan apa pun yang disentuhnya. Lubang yang dihasilkan pada dada Azrael, membuat dirinya jatuh terkapar pada tanah. “Maaf saja … aku tidak senaif itu untuk berbelas kasih saat membunuh orang,” ucap Rakha.

Mila yang berada di celah dimensi langsung memunculkan dirinya di sebelah Azrael, “Hentikan ayah! Jangan bunuh paman ini!”

“Menyingkir nak, biar ayah musnahkan dirinya bersama dengan iblis yang mengaku sebagai malaikat itu.” Tangan kanan Rakha sudah dipenuhi fluida cair berelemen gelap.

“Biarkan paman ini menyelesaikan urusannya sendiri,” sorot mata serius itu membuat Rakha mengingat sesuatu yang sangat ingin ia lupakan.

“Baiklah, jika ada apa-apa. Ayah akan langsung membunuhnya.” Rakha berjalan mendekati tubuh Azrael dan menempelkan semacam kutukan pada dadanya. “Lakukan yang Mila inginkan, ayah akan menonton saja.”

“Kita tidak perlu melakukan apa pun,” gumam Mila.

~***~

Di dalam alam bawah sadar yang penuh kegelapan. Kesepian, penderitaan, dan rasa sakit akan kehilangan, semua itu terkandung dalam kegelapan alam bawah sadar ini. Batas alam yang tak berujung sama sekali. Hukum dimensi waktu dan ruang tidak berlaku di dalam alam ini.

Azrael dengan penampilan malaikat bersayap hitam berjalan ke depan tanpa tahu arah yang ditujunya. Bukan hanya sayapnya, tetapi rambut, pakaian, mata bahkan aura yang dikeluarkan pun berwarna hitam gelap. Lelah berjalan, Azrael berdiam diri, duduk termenung menghadap ke bawah. Dia melihat pantulan akan penampilan dirinya.

“I-Ini … aku?” Melihat cerminan dirinya yang sangat jauh dari kata ‘malaikat’.

“Ya, itu dirimu,” ucap seorang yang bercahaya sangat terang, tetapi cahayanya tidak dapat memancar keluar karena terhalang kegelapan.

Azrael melihat ke arah orang bercahaya itu, “Siapa kamu?”

“Aku, Yehudiel, hanya seorang malaikat maut biasa.” Yehudiel berjalan mendekati Azrael, “Menjadi malaikat maut itu sangat menyebalkan. Kita harus mencabut banyak nyawa, baik itu orang yang dermawan, kaya raya, miskin, bahkan orang yang kita cintai,” — Yehudiel mencoba untuk memancing emosi Azrael — “dengan menghilangkan konsep kematian kita bisa terbebas dari penderitaan ini. Dan juga … kita bisa bertemu lagi dengan orang yang telah tiada.” Yehudiel mengulurkan tangannya kepada Azrael.

Azrael ingin sekali menggapai tangannya, tetapi sebelum itu terjadi muncul seorang wanita dengan jubah putih, mata biru seperti milik seorang malaikat, pedang suci yang energinya sangat terasa, dan juga energi sihirnya yang terasa seperti milik Aneisha. “Hentikan di sana, Yehudiel.” Wanita itu mengarahkan pedangnya ke arah Yehudiel.

“Tak kusangka kau bisa masuk ke dalam sini.”

“Dasar malaikat bajingan.” Wanita itu langsung menghunuskan pedangnya pada kepala Yehudiel.

“Pedang biasa ini—oh, begitu ya … Pedang Suci Terkutuk, tak kusangka manusia bisa menggunakannya.” Yehudiel merasakan getaran energi yang mampu menghancurkan setiap sel energi sihirnya.

Pedang Suci Terkutuk, pedang legendaris yang biasa digunakan para malaikat namun telah diinfus dengan energi sihir kutukan ke dalamnya. Kekuatan di dalamnya menjadi sangat tidak jelas dan sulit dikendalikan. Pedang ini biasanya digunakan oleh beberapa malaikat agung dan juga petinggi dewan Dimensi Bawah.

“Untuk rencana ini akan ku anggap kalian memenangkannya, tetapi tidak untuk lain waktu. Sampai Jumpa.” Yehudiel pergi dari alam tersebut sebelum seluruh rohnya dilahap oleh pedang tersebut.

“Akhirnya aku tepat waktu, ayah.”

“A-ayah?”

Wanita itu tersenyum manis dan mengikis segala kegelapan, “Hai, ayah.”

Senyuman itu mengembalikan semua ingat Azrael yang sudah menghilang karena terkoyak oleh keinginan balas dendamnya, “Anakku.”

~***~

Teknik Pikiran: Kutukan Selaput Kegelapan—Rakha memberikan kutukan pada dada Azrael. “Lakukan yang Mila inginkan, ayah akan menonton saja.”

Saat Rakha berjalan menjauhi tubuh Azrael, datang seseorang berjubah putih dengan pedang sudah berada posisi untuk menghunus seseorang. Orang itu langsung menusuk kutukan Rakha pada dada Azrael yang sedang terkapar. Saat ujung pedang itu menembus tubuh dan menyentuh tanah, semuanya terasa sangat hening. Hanya Rakha yang sedikit terkejut di sana, sedangkan Mila seperti sudah mengetahui apa yang akan terjadi.

“Sudah saatnya … Ayah!” Mila memanggil ayahnya. Keluarlah roh Yehudiel dari dalam tubuh Azrael, “Ayah hancurkan roh itu!” Dengan mudahnya, Rakha hanya menembakkan peluru hitamnya lagi pada roh itu. Setelah mengenainya, roh Raphael terpecah-pecah menjadi abu dan tertiup angin.

Aku akan kembali lagi dan pastinya dengan wujud juga kekuatan sejatiku,” ucap Yehudiel samar-samar terdengar oleh Rakha.

Pedang yang tertancap pada dada Azrael tiba-tiba menghilang begitu saja. Dan tubuh Azrael sendiri seperti kembali pada wujud malaikatnya dengan sayap putih serta pakaian formal malaikat agung. “Jadi begitu ya, kau adalah anakku.” Datang menghampiri orang berjubah putih itu. “Maafkan aku, karena sudah melupakanmu. Aku terlalu terlena dengan ambisi kosongku.” Membuka poni yang menghalangi wajahnya, “Kau terlihat mirip sekali dengan ibumu.” Memeluknya dengan begitu erat dan memberikan kecupan pada keningnya.

“Rakha,” memanggil dan menghampiri Rakha. “Benar seperti yang kau katakan, ‘dunia tanpa kematian’, hal omong kosong itu akan sulit untuk kami, para malaikat juga roh-roh tinggi, pahami.” Rakha hanya melihat Azrael tanpa memberikan respon apa pun, bahkan sama sekali tidak berkedip. Tetapi Rakha tetap memberikan senyuman dan juga mengulurkan tangannya.

Kematian adalah seni yang kita tuangkan pada kanvas yang bernama kehidupan. Itu adalah hasil terakhir dari kehidupan kita. Semuanya tergantung pada warna yang kita tuang selama hidup. Kematian itu seni manusia yang paling indah.

Untuk sesaat Azrael terdiam melihat tangan Rakha lalu menanggapinya dengan tawa, “Haha, kau lucu sekali. Tapi bukan ide yang buruk.” Azrael menggapai genggaman Rakha. Keduanya hanya saling memberikan senyuman yang menandakan terlahirnya dan juga berpisahnya sepasang teman.

“Hai, nak Mila.”

“Paman.” Mila mendekap Azrael dengan begitu erat, bahkan pakaiannya terlihat semakin kusut. “Warna paman menjadi lebih cerah dan lebih ringan.”

“Seperti itu ya? Syukurlah.” Mengelus-elus kepala Mila, sedangkan anaknya sendiri tidak melihat dirinya sama sekali. “Energi kehidupanku sepertinya tersisa beberapa detik lagi, aku tak bisa berlama lagi di sini.” Sebelum dirinya benar-benar sirna, Rakha mengambil sesuatu dari lengan Azrael. “Kutitipkan harapan terakhirku padamu, Rakha.”

“Terima kasih, semuanya.”

Jaga dirimu baik-baik, anakku. Keinginan dan janjiku sudah terpenuhi.

~***~

“Hei Rael, sisa hidupku tinggal 9 bulan lagi kan? Aku ingin sekali memiliki anak. Tetapi aku tidak ingin meninggalkan suamiku berduaan dengan anakku. Hanya saja, aku bisa saja membiarkan anakku bersama denganmu,” ucap Aneisha di depan api unggun.

“Bukankah kamu ingin mengelilingi dunia dan melihat segala isinya?”

“Maksudku, akan menyenangkan jika memiliki anak sebelum kematianku datang.”

“Tetapi bagaimana dengan nasibnya nanti, dia pasti akan hidup tanpa seorang ibu.”

Aneisha hanya melemparkan tanggung jawab itu kepada Azrael, “Kau pasti bisa menanganinya.”

Tak lama dari perbincangan itu, Azrael memutuskan untuk menerima permintaan Aneisha. Pada dasarnya, malaikat dan manusia tidak dapat berhubungan tubuh. Namun dengan kekuatan tertentu, Azrael mampu membuat Aneisha mengandung seorang anak. Dia menggunakan energi sihir murninya untuk membentuk sebuah janin pada rahim Aneisha.

“Aku berjanji akan membuatmu melihat keturunanmu, sebelum aku mengangkat nyawamu,” ucap Azrael. Tetapi, kalimat itu tidak direspon sama sekali oleh Aneisha.

Azrael menyesal melakukan itu semua. Dia tak sadar bahwa dirinya sudah melihat aura berwarna putih pekat pada tubuh Aneisha. Untuk memastikannya, ia kembali ke Dimensi Atas untuk mengecek sisa umur yang sebenarnya dari seorang Aneisha Clarabel. Dan ternyata ia melihat sebuah manipulasi data yang dibuat secara sengaja oleh seseorang.

Umur dari Aneisha Clarabel hanya tinggal tersisa empat hari lagi dan kandungannya baru saja menginjak umur 6 bulan. Masih ada waktu tiga bulan, agar janin di dalam rahimnya membentuk bayi sempurna. Azrael tidak ingin mengambil nyawanya itu sebelum Aneisha melihat sang buah hatinya terlahir. Ia menggunakan kekuatannya untuk melindungi Aneisha dari para malaikat yang ingin mengambil nyawa Aneisha. Agar tak terlihat oleh Aneisha, setiap pertarungan dilakukan di dalam dimensi buatan miliknya.

Tak terasa, tiga bulan sudah berlalu. Hari di mana Aneisha melaksanakan persalinan, akhirnya tiba. Suara rintihan kesakitan terdengar dari dalam rumah di tengah hutan. Azrael memanggil beberapa rekannya yang paham mengenai persalinan. Butuh banyak usaha agar Aneisha melahirkan anaknya itu. Tangan Azrael digenggam erat oleh Aneisha. Keringat yang dihasilkan Aneisha yang sedang berusaha dan juga Azrael yang khawatir dengan kondisinya terus menetes ke bawah.

Semuanya begitu tegang … hingga suara tangisan bayi terdengar di seluruh isi rumah, bahkan para penghuni hutan pun mendengarnya.

Azrael mencoba untuk menggendong bayi itu, “Kau berhasil Aneisha, bayi mu lahir dengan wajah yang mirip sepertimu —” ucapan dengan nada bahagia itu terhenti setelah melihat kondisi Aneisha.

Napas Aneisha semakin tidak teratur, dia juga tidak dapat melihat apa pun. Semuanya menjadi gelap begitu saja. Bahkan dengan usaha lebih pun, dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.

Tentu saja, Azrael tidak tinggal diam. Dia ingin Aneisha melihat bayinya sebelum ia mencabut nyawanya. Dengan segala bentuk energi sihir ia keluarkan, namun kondisi sakaratul maut Aneisha tak kunjung menghilang.

Aneisha meminta telinga Azrael untuk didekatkan kepada mulutnya. Lalu ia membisikkan sesuatu padanya. Ditengah bisikkan itu, Sabit Surgawi, Heavenly Scythe, sabit yang dimiliki Azrael, terbang begitu saja ke tubuh Aneisha dan menarik rohnya dengan begitu lembut. Tanpa rasa sakit, Aneisha pergi meninggalkan sang buah hati yang baru saja terlahir. Ia meninggalkan senyuman yang begitu tenang terhanyut pada wajahnya.

Tidak ada penyesalan pada kehidupanku”, itulah yang tersirat pada wajah Aneisha.

“Aneisha?” Azrael dengan wajah shoknya menembakkan energi sihirnya ke langit. Karena tembakan itu, ia dibawa oleh beberapa malaikat agung yang turun dari Dimensi Atas. Lengan, kaki, badan, sayap, bahkan lehernya terikat rantai cahaya. 

Aku telah gagal menepati janjiku.

Di sebuah aula yang begitu megah, disaksikan oleh para roh, petinggi alam semesta, dan juga oleh sang Tuhan, Agares. Azrael diadili oleh sang hakim semesta, Adjudicator. Dengan timbangan miliknya, ia memungut suara para roh lainnya mengenai hukuman yang harus diterima oleh Azrael. Dan hasilnya adalah nihil, dengan artian seimbang. Maka dari itu, Adjudicator melemparkan keputusannya langsung kepada sang Tuhan.

“Azrael,” — Agares turun ke bawah, menghampiri Azrael dan memberikan tekanan sihir yang berat — “karena memberontak dari tugas utama malaikat maut, turun ke bumi dengan wujud asli, bahkan menembakkan energi sihir ke Dimensi Atas. Dengan begini, saya, Agares, mewakili dari ketiga roh pencipta, menjatuhkan hukuman penjara selamanya dan juga pencabutan hak beserta kewajibannya sebagai malaikat agung.”

Seisi aula terkejut dengan keputusan Agares, karena pada dasarnya hukuman mati adalah hukuman untuk para pemberontak. Tetapi untuk satu ini, dirinya hanya memberikan hukuman pencabutan kekuatan dan juga hukuman penjara selamanya. Sontak hal itu membuat seisi aula protes dengan keputusannya. Tetapi Agares langsung mengobarkan kekuatannya di sana.

“Siapa pun yang menolak keputusanku, turunlah kemari.” Karena tidak ada yang berani untuk turun, dia menghilangkan kobaran kekuatannya dan mulai pergi meninggalkan ruangan. “Azrael, aku memberikan kamu satu kesempatan terakhir. Jangan sia-siakan dan tunggu saja momentumnya,” bisik Agares kepada Azrael.

Selesailah pengadilan.

Azrael dimasukkan ke dalam penjara Dimensi Atas. Dia terus menerus mengingat janjinya dan tetap terus ingin menepatinya. Dengan rencana melarikan diri, dia akan mengambil roh Aneisha dan mempertemukannya dengan sang anak. Untuk melakukan rencana itu, ia harus menonaktifkan atau menghapus konsep kematian.

Anak? Anak siapa?

Karena beban pikiran yang terlalu berat. Ia mulai melupakan tujuan utamanya dan hanya berfokus dengan menghapuskan kematian. Perubahan yang sangat besar terjadi pada Azrael, hingga saat itu muncul. Ia terbebas dari penjara dan turun ke bumi. Dan seluruh kejadian itu terjadi begitu saja. Ia bertemu dengan sang anak. 

Bisikan Aneisha sebelum dirinya wafat, ternyata teknik untuk menempelkan sisa energi sihirnya kepada Azrael. Energi itu akan aktif jika Azrael bertemu dengan sang anak. Dalam alam bawah sadar Azrael, energi Aneisha bertemu dengan sang anak. Dirinya melihat wajah sang anak dan mengucapkan, “Kau benar Azrael, dia sangat mirip denganku. Dengan begini aku sepenuhnya telah tenang untuk pergi.” Aneisha terbang mendekati, menyentuh wajah, dan mencium Azrael, “Terima kasih telah menepati janjimu.” Mata Suci Tujuh Penjuru Lautan milik Aneisha terlihat begitu dekat oleh Azrael.

“Dan kau juga nak ….”

“Namaku Aloysia Rosafie … ibu,” wanita berjubah putih ini mengepal erat kedua tangannya, menatap wajah ibundanya.

“Maafkan ibu, tidak memberimu nama. Ibu senang bertemu denganmu, keinginan untuk melihatmu sudah tercapai. Pasti hidupmu dipenuhi rintangan ya. Tapi kamu pasti sudah bisa melewati semuanya ya. Jujur saja, ibu ingin sekali hidup bersama dengan kalian semua.” Mengecup kening Aloysia dan langsung menghilang begitu saja.

Ibu sayang kalian berdua,” kalimat terakhir yang menggema dalam pikiran.

“Ayah juga sepertinya akan menyusul ibumu. Energi kehidupan ayah sudah tidak tersisa lagi. Maafkan ayah, untuk semuanya.” Azrael hilang begitu saja ditelan alam bawah sadarnya sendiri.

Selamat tinggal, ayah … ibu.

⎡ Aloysia mendapatkan Mata Suci Tujuh Penjuru Lautan ⎦


Penulis: Garpit

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *